Review Film Anime Supremacy: Realistisnya Gambaran Produksi Anime

Film Anime Supremacy, yang tayang di JFF 2022, memperlihatkan konflik dua sutradara anime berbeda pengalaman, sekaligus realita dalam produksi suatu anime.

ANIME SUPREMACY JAPANESE FILM FESTIVAL 2022 INDONESIA
Foto: Japan Foundation | Hak Cipta: Tertera di foto

Sebelum saya mulai, terlebih dahulu saya memutuskan untuk menyebut judul film dari Anime Supremacy menjadi Haken Anime.

Kenapa saya memutuskan hal demikian? Ya, saya menulis tersebut karena enak aja menyebutkannya. Terlebih, itu adalah judul asli dari film tersebut saat tayang di Jepang.

Jadi, sepanjang review film Anime Supremacy berikut ini, saya akan banyak memakai kata tersebut.

SPOILER ALERT

Mari kita telaah film yang dibicarakan oleh beberapa kalangan otaku pop culture Jepang serta publik tentang persepsi, dan produksi anime dibalik layar yang sangat kompetitif pada industri hiburan jepang khususnya animasi.

Ngomong-ngomong, film ini menjadi salah satu film Jepang yang tayang dalam acara Japanese Film Festival 2022 di Indonesia.

Dua Sutradara Beda Kisah dalam Anime Supremacy

Film Haken Anime alias Anime Supremacy menceritakan tentang seorang sutradara muda bernama Hitomi Saito yang akan mengerjakan sebuah anime untuk studio produksi tempat dia bekerja.

Akan tetapi, bebannya kemudian bertambah karena penonton diberitahu bahwa karya yang akan dia buat akan menjadi karya debut dia sebagai seorang sutradara anime.

Sementara itu, kita diperkenalkan oleh sutradara yang cukup nyentrik bernama Chiharu Oji.

Dahulu, ia pernah membuat sebuah karya fenomenal di industri anime dan masih meninggalkan impresi yang begitu besar kepada masyarakat jepang serta industri anime.

Chiharu, bersama dengan produser Kayako Arishina, akan membuat sebuah anime di musim ini setelah 8 tahun hiatus dari kegiatan memproduksi anime.

Dalam review ini, saya merasa bahwa plot film Anime Supremacy cukup sederhana dan mudah dimengerti, dimana pada musim atau season, anime karya mereka berdua akan beradu.

Sebuah Psy-War antar Sutradara Anime

Sebuah adegan layaknya konferensi pers kemudian diadakan! Dimana kedua sutradara dipersilahkan untuk mengenalkan karya yang akan mereka buat pada musim ini.

Pada sesi talk show, keduanya saling berargumen tentang alasan kenapa para pemirsa harus menonton karya mereka. Chiharu cukup senang. Pasalnya, ia merasa punya pendatang baru untuk melihat karya anime seperti apa yang akan dibuat, apalagi untuk karya debut.

Sementara bagi Hitomi, sang sutradara muda yang telah dikenalkan di awal film dan review Anime Supremacy ini, berusaha menjawab tantangan Oji.

Ia mendeklarasikan bahwa anime yang akan dia dan studio produksinya buat akan mendapatkan titel ハケン (Haken) yang artinya supremacy, yang juga menjadi judul untuk film ini.

Tak lama setelah pernyataan itu diutarakan, para netizen di sosial media menjadikan deklarasi kedua sutradara tersebut sebagai bahan topik pembicaraan.

Seperti pada umumnya, banyak yang mendukung sutradara baru. Sementara itu, sisanya lebih peduli terhadap bagaimana karya baru Chiharu Oji. “Apakah akan sebagus seperti karya populernya dimasa lalu?”

Setelah kita sudah disuguhkan pengenalan konflik di paruh pertama cerita, kita akan masuk ke bagian kedua dari film Haken Anime. Jujur saja, saat melakukan ulasan untuk film Anime Supremacy ini, bagian inilah yang paling saya tunggu. Bagian tersebut adalah bagian produksi anime dari sudut pandang seorang sutradara serta produser. 

Memahami Sulitnya Wujudkan Visi Sutradara dalam Produksi Anime

Bagi yang sudah pernah menonton anime Shirobako, yang tayang sekitar tahun 2014, mungkin sudah siap dan terbayang kira-kira pekerjaan seperti apa yang akan menunggu para sutradara dan produser ini.

Saya cukup menunggu bagian itu, karena pasti ada hal yang tidak pernah saya lihat jika hendak menggunakan perbandingan dari anime tersebut terhadap film Haken Anime.

Salah satunya adalah keseharian sutradara, yang bergelut dengan tim divisi lain perihal efek suara, perubahan skenario, hingga protes dari animator mengenai alur cerita dari storyboard yang dirasa kurang nampol pada adegan yang hendak dibuat.

Tapi sayangnya sutradara muda kita, yakni Hitomi, hanya ngomong “tolong ikuti storyboard yang sudah dibuat”.

Dalam film Haken Anime ini, kita juga diperlihatkan keinginan Hitomi, yang merasa cukup bahwa hanya dengan mengikuti storyboard saja maka hasil mendapat jaminan anime yang bagus serta sukses.

Bagus Saja Tak Cukup untuk Anime! Ada Bisnis yang Harus Diuntungkan…

Sementara Hitomi bergelut dengan pekerjaanya, ia selalu diganggu oleh kegiatan promosi yang hendak dilakukan oleh rekannya yang juga produser, yakni Osamu Yukishiro. 

Menurut Osamu, ia berpendapat bahwa membuat anime bagus saja tidak cukup jika ingin populer. Promosi dan pemasaran perlu dilakukan agar masyarakat jadi tahu tentang keberadaan anime yang tengah mereka buat.

Ia juga berpendapat, memproduksi anime bagus saja bukan jaminan bahwa ia otomatis menguntungkan secara bisnis karena memang diindustri anime sendiri ada banyak banget anime yang secara produksi dan kualitas bagus akan tetapi secara penjualan angkanya tidak begitu memuaskan.

Baginya, hal tersebut dapat dilihat buruk dari segi bisnis itu sendiri, yang nantinya akan mempengaruhi keuntungan perusahaan. Osamu menyarankan pada Hitomi untuk melakukan segala cara agar produk anime mereka yang akan tayang di publik dapat dilirik, terlepas dari bagus atau tidaknya anime tersebut. 

“Tugasmu sebagai sutradara adalah membuat anime bagus,” ujar Osamu, “tugasku memastikan anime yang kamu buat menguntungkan secara bisnis. Aku akan melakukan apapun agar orang orang tahu dan melirik produk anime kita”.

Terdapat sejumlah manuver dari kegiatan promosi yang dilakukan Osamu yang menarik perhatian saya saat melakukan review film Anime Supremacy.

Pertama, adalah kegiatan wawancara sutradara. Kedengarannya kayak lumrah gitu bagi awak media dalam membutuhkan informasi utama dari ‘isi kepala’ sang sutradara perempuan yang pertama kali membuat anime tersebut, bersama dengan kehidupan pribadinya juga.

Namun, Hitomi menganggap kegiatan tersebut hanya membuang waktu. Karena menurutnya, waktu tersebut lebih baik dipakai buat menggambar storyboard daripada melakukan serangkaian kegiatan seperti itu.

Sutradara Chiharu punya masalahnya sendiri, dimana setelah ia mendadak balik dari hiatus dan menampakkan diri, ia masih berantem dengan sutradara serta komite produksi anime tempat dia bernaung.

Hal ini dikarenakan kebebasan dia dalam menulis jalan cerita atas anime yang dia buat terdahulu. Terdapat campur tangan dari anggota komite produksi saat dahulu ia menulis anime tersebut.

Kejadian yang dimaksud adalah waktu pembuatan anime yang fenomenal 8 tahun lalu. Chiharu masih menyimpan rasa kesal, bahwa dia tidak bisa menuliskan skenario yang sesuai dengan keinginannya dia (Catatan Redaksi: Kurang lebih, ini agak menyinggung kisah Anno Hideaki, sutradara anime Evangelion).

Skenario dalam episode anime terakhir yang ia buat susah-susah, terpaksa disensor habis oleh komite produksi. Alasannya? “Anime yang tayang [di jam tertentu] itu penontonnya anak-anak. Kami tidak mau ambil resiko, lagipula masa karakter utama dibuat mati? Yang benar saja!” 

Maka, Chiharu-pun sampai membuat pernyataan terbuka kepada produsernya. Bahwa jika pada produksi anime kali ini dia tidak bisa menulis skenario sesuai keinginannya dia, utamanya hal krusial seperti membunuh karakter utamanya, maka Ia akan melakukan mogok.

Atau lebih parahnya lagi, penulisan skenario anime ini akan jauh lebih sulit untuk direvisi jalan ceritanya dari yang sudah ditentukan olehnya.

Ada banyak sekali adegan yang benar-benar saya suka. Diantaranya, nampak kegiatan produksi dari tim koreksi cahaya, storyboard, berdebat tentang pemilihan suara efek pada adegan tertentu, dan belum lagi perkara revisi adegan yang kadang bikin asisten produksi terpaksa menurut saja karena ini karya debut sutradara muda.

Dominan kesulitan produksi anime diperlihatkan secara jelas dari sisi sutradara muda, yakni Hitomi. Sementara itu dari sisi sutradara veteran Ciharu, yang lebih banyak disorot adalah tentang kerja keras produsernya, yang terus meyakinkan komite produksi bahwa produksi anime akan berjalan lancar tanpa kendala sementara sang sutradara sendiri mengalami writer’s block

Masih membahas soal produksi. Ada salah satu adegan dimana sutradara Hitomi ikut dalam produksi dubbing. Disitu, muncul beberapa cameo dari pengisi suara favorit penonton seperti Kaji Yuji dan juga ada Hayami Sho.

Pada adegan tersebut, Hitomi frustasi kepada pengisi suara perempuan yang menjadi karakter utama atas anime yang sedang mereka produksi. Karakter seiyu idol muda ini diperankan oleh Kouno Marika dengan nama Aoi.

Hitomi merasa bahwa produser yang merekrut Aoi sebagai seorang pengisi suara terdengar seperti amatir dan kurang bisa mengonversikan sebuah adegan yang diulang berkali-kali.

Bahkan, ia memutuskan untuk rehat sejenak, lalu menangis karena tekanan yang begitu besar dari sutradara. Sebagai penonton, kita diajak untuk bersimpati kepada usaha pengisi suara tersebut karena dia tau meskipun dia direkrut oleh produser karena punya audiens sendiri sebagai seorang seiyu idol, tetapi harga dirinya sebagai seorang pengisi suara merasa tertantang untuk bisa menyuarakan karakter utama sesuai keinginan sutradara. 

Ah sampai lupa! Salah satu bagian yang mungkin orang tidak sadar, karena adegannya jadi satu dengan kegiatan promosi anime, adalah di suatu distrik tertentu yang menjadi latar tempat suatu anime, seorang produser harus punya kontak outsourcing agar produksi animenya tetap berjalan.

Lalu, kita diperkenalkan beberapa animator veteran di sebuah tempat yang seperti gedung sekolah dimana setiap minggu, anime mereka tayang. Dan mereka akan menonton bersama sekaligus mengevaluasi atas pekerjaan mereka yang sudah tayang tersebut sekaligus menikmati animenya.

Tanpa adanya revisi pada storyboard, tiap minggunya bagi para pekerja ini akan menjadi neraka. Terlebih jika jadwal yang telah ditetapkan tidak mencukupi!

Idealisme, Realita, dan Mimpi Besar dalam Membuat Anime dalam Anime Supremacy

Bagian terakhir film ini kemudian berfokus kepada Hitomi yang merasa tertekan dikarenakan produksi anime, serta waktunya sebagai sutradara menjadi berkurang, dikarenakan dia masih diharuskan pergi kesana-kemari untuk datang dalam beragam wawancara sebagai bentuk promosi anime yang ia buat.

Ia sempat mendengar juga pembicaraan dari rekan kerjanya, bahwa dia dipilih sebagai sutradara karena merupakan pilihan kedua. Mendengar hal ini menjadikan pandangan dia yang sempit, menjadi berubah dan timbulah keinginan untuk membuktikan bahwa dia pantas diberi kesempatan untuk membuat anime oleh studio tempat dia bekerja, dan bukan sebagai pilihan kedua. 

Ia sempat bertemu dengan sutradara Chiharu. Chiharu memberikan dia beberapa saran, terutama sebagai sutradara yang membuat karya debutnya, dia bilang bahwa anime merupakan pekerjaan yang dikerjakan bersama-sama maka jangan terjebak oleh berbagai tekanan.

Chiharu juga meminta Hitomi untuk melihat bahwa tidak cuma dia yang ingin menjadikan anime tersebut menjadi suatu karya, namun juga orang yang terlibat di dalamnya juga.

Pembicaraan kedua sutradara yang saling bertukar pikiran ini kemudian menyadarkan Hitomi bahwa dia tidak bekerja sendirian. Dia punya rekan-rekan, serta produser yang selalu memberikan masukan agar anime yang dia buat menjadi menarik, dan pada akhirnya akan dapat menginspirasi orang yang menontonnya. 

Salah satu adegan di bagian akhir dari Anime Haken juga diperlihatkan bagaimana Aoi, seiyu idol yang sebelumnya sempat dibuat menangis oleh Hitomi, bertemu kembali dengan sutradara muda tersebut.

Mereka membicarakan bagaimana Aoi dapat melakukan sejumlah hal penting, seperti pergi ke latar tempat dari anime yang tengah digarap, lalu pergi ke spot adegan penting, untuk mencari dan merasakan apa yang dapat ia rasakan dalam fragment perasaan karakter utama.

Pasalnya, membaca skrip dialog saja tidaklah cukup. Aoi juga bertekad akan melakukan tugasnya sebagai seorang seiyu, agar anime ini sukses besar. Dan produser yang memilihnya tidak hanya didasari atas pekerjaannya sebagai seiyuu idol, dan sangat sadar sepenuhnya atas tanggung jawab tersebut. 

Lalu bagaimana dengan produksi anime milik Chiharu? Nyatanya, mereka sendiri punya masalahnya sendiri yaitu terjadi revisi besar-besaran dalam salah satu episode. Padahal, pada saat itu juga, anime tersebut juga sedang dalam masa tayang.

Hal yang sejujurnya mustahil terjadi di dunia industri. Kalaupun hal itu terjadi, pasti para kru serta animatornya akan nangis darah. Seriusan. Itu yang saya pikirkan selama melakukan review untuk film Anime Supremacy ini.

Ngomong-ngomong, perubahan besar-besaran ini tentu saja membuat para kru produksi kaget bukan kepalang. Meskipun sudah siap dengan beban kerja dari sutradara Chiharu.

Tetapi tetap saja, hal tersebut merupakan permintaan yang mustahil. Belum lagi produser Kayako, yang bekerjasama dengan Chiharu, harus berkali-kali minta maaf kepada komite produksi atas adanya revisi tersebut.

Produser Kayako hanya bisa menjamin bahwa sutradara Chiharu akan selalu membuat anime yang terbaik, dan revisi tersebut adalah hal yang mutlak dilakukan. Ia meyakinkan bahwa jika anime yang ia buat 8 tahun lalu bisa jadi sebuah fenomenal di industri. “Lantas kenapa tidak melakukan hal yang sama untuk anime kali ini?

Jika seorang Chiharu Oji sedang berjibaku dengan produksinya, atas revisi storyboard yang dia buat, sampai harus membuat studio animator outsourcing lembur, bagaimana dengan progress sutradara muda kita, yakni Hitomi?

Hitomi sendiri sempat jatuh sakit karena terlalu capek. Lalu kemudian, terjadi pembicaraan serius antara produser dan sutradara. Osamu yang sudah lama berada di industri anime merasa bahwa apa yang dilakukannya itu sudah wajar.

Terlebih, ia memandang produksi anime sebagai bisnis, tetapi dia juga punya kewajiban untuk memberikan perspektif baru kepada sutradara muda tersebut atas medan perang industri anime seperti apa.

Karena, ya demikian, membuat anime bagus dan diingat orang saja tidaklah cukup. Keduanya sepakat bahwa produser Osamu akan mengajarkan berbagai banyak hal yang mungkin bisa dipakai dalam produksi anime. Ini cukup esensial, terutama bagi saya yang menonton dan melakukan review saat menyaksikan Anime Supremacy.

Sementara, sutradara Hitomi merasa bahwa banyak kekhawatiran dan tekanan darinya, dikarenakan beban sebagai sutradara muda dan juga karya debut langsung sirna begitu tahu bahwa dia bukan pilihan kedua, melainkan sutradara pilihan pertama yang dipercaya untuk membuat karya yang akan dikenang sekaligus menguntungkan. 

Kualitas yang Bagus di Awal, Lantas Bagaimana Kita Mengakhirinya?

Masih di bagian terakhir dalam review Anime Supremacy. Setelah kita melihat perkembangan dari kedua sutradara yang telah menemukan pacing serta tujuan yang baru dalam anime mingguan mereka hingga rating mereka bisa rada seimbang, muncul dilema baru tentang episode terakhir.

Karya anime ini bukan karya adaptasi. Sehingga penting bagi kedua sutradara ini untuk membuat episode terakhir ini se-impactful. Karena sudah sewajarnya anime itu yang diingat cuma impresi debut awal tayang, dan konklusi akhir dari cerita anime tersebut. 

Ternyata keduanya sempat stuck, namun dalam perspektif yang berbeda. Pada kasus Chiharu, pertarungan internal-nya masih terkait dengan perkara membunuh karakter utama sebagai bagian dari cerita tersebut.

Setelah melewati berbagai kontemplasi bersama tim produksi di studio, akhirnya produser meyakinkan Chiharu untuk menuliskan ending episode terakhir yang ia mau.

Sementara itu, masalah episode terakhir dari sutradara muda Hitomi adalah ia masih merasa bahwa mengganti ending episode terakhir akan secara otomatis merombak ulang storyboard yang sudah dia buat sebelumnya.

Pergulatan batin terjadi pada diri Hitomi tentang anime yang akan dia buat, serta apa tujuan sebenarnya untuk membuat anime tersebut. Apakah akan menjadi ending anime yang biasa saja dan terlupakan oleh penonton, atau ingin membuat anime yang bisa menjadi harapan bagi penonton agar mereka bisa menemukan sesuatu didalamnya?

Jika memang iya, lantas apa yang harus dilakukan oleh Hitomi? Jawaban tersebut dia temukan pada seorang anak kecil, yakni tetangga apartemennya yang suka main ditempatnya dia. Anak itu tidak begitu suka anime, sama seperti Hitomi saat kanak-kanak.

Hitomi ingat, kalau saja waktu kecil dia menonton anime garapan Chiharu yang fenomenal itu, mungkin masa kecilnya tidak suram. Dia melihat anak tetangga itu dan berusaha membujuknya untuk menonton anime bikinan dia dengan harapan mungkin dia bisa menemukan sesuatu yang ia mau.

Dari interaksi itulah, Hitomi seperti menemukan moment eureka, dimana membuat ending sederhana sesuai storyboard itu tidak cukup untuk bisa menggerakkan hati penonton.

Ending tersebut harus membuat penonton tergugah. Maka, Hitomi berencana melakukan revisi besar-besaran pada episode terakhir. Lalu pada rapat produksi, untuk memutuskan job desk masing-masing terutama untuk episode terakhir, Ia mengemukakan pendapatnya bahwa ending episode terakhir harus dirubah.

Bukan perubahan kecil, tetapi lebih seperti overhaul. Ada yang protes bahwa jika revisi dilakukan di minggu-minggu terakhir, hal ini akan menambah beban kerja tim produksi, dan otomatis waktunya tidak cukup.

Kalau waktu tidak cukup, hal ini mengancam waktu produksi mundur, sehingga otomatis rating animenya akan pindah seluruhnya ke anime milik Chiharu. Jika produksinya tidak selesai dengan waktu yang mepet itu, para tim produksi protes utamanya animator dikarenakan banyaknya perubahan, belum lagi dari divisi lain.

Komentar produser? Tentu saja dia bicara realistis. Apakah dengan revisi ini akan membuat animenya bagus? Akankah rating anime ini akan naik? Akankah anime tersebut mampu dibicarakan oleh banyak orang? Dan yang lebih penting, akankah dapat menguntungkan secara bisnis, karena effort-nya kadang tidak sebanding dengan hasil.

Semua menunggu respon produser Osamu dan memberikan kesempatan melakukan revisi untuk episode terakhir tersebut. Maka pada menit-menit terakhir, kita diperlihatkan kedua studio, dan kedua sutradara merombak episode terakhir mereka. Keduanya siap untuk memberi momen kejutan kepada penonton atas apa yang akan mereka lihat di episode terakhir. 

Konklusi Menarik dalam Akhir Babak

Melanjutkan review untuk film Anime Supremacy, kita diperlihatkan cuplikan adegan dari episode terakhir pada masing-masing anime. Mulai dari Chiharu Oji yang ternyata men-troll ekspektasi penonton, dikarenakan penonton diarahkan bahwa karakter utama akan mengorbankan dirinya tetapi ternyata semuanya baik baik saja.

Sebaliknya pada anime dari sutradara Hitomi Saito, karakter utama malah dikorbankan sebagai penegasan dari tema cerita dan perjalanan karakternya, yang kemudian dibuat ambigu. Apakah karakter utama itu akan kembali atau tidak? Ini malah mengingatkan saya dengan serial Gunbuster.

Kemudian, scene film Haken Anime berpindah ke produser Osamu yang menerima laporan tentang rating anime di musim itu yang sudah terbit. Pikiran kita otomatis ingin mengetahui siapa yang memenangkan rating anime terbaik yang tayang musim itu.

Agak sulit untuk menebak setelah diperlihatkan cuplikan adegan episode terakhir tersebut. Dan ternyata, rating pertama dimenangkan oleh anime milik Chiharu Oji.

Tetapi, pada adegan post credit. penonton justru diperlihatkan bahwa dari segi merchandise dan pre-order Blu-Ray anime yang diproduksi, justru sutradara Hitomi-lah yangmenempati peringkat satu. Dalam hal rating, Hitomi mungkin kalah. Tetapi ada yang jauh lebih penting, yaitu dari segi bisnisnya. 

Konyol dan Kontras Nampak dalam Film Ini, Tetapi Apa Alasannya?

Menonton dan melakukan review untuk Anime Supremacy ini, saya merasa sangat senang dan tertawa dikarenakan film ini agak konyol. Tentu saja konyol, sebab genre anime yang mereka adu itu sebenarnya adalah Mahou Shoujo, yang dibuat oleh Chiharu Oji, sementara sutradara Hitomi membuat anime Mecha.

Kontras sekali dikarenakan Mahou Shoujo itu identik dengan elemen henshin hero. Tetapi sejak dirilisnya anime Madoka Magika, orang jadi aware bahwa bahkan genre Mahou Shoujo bisa dibikin edgy dan getir.

Lain halnya dengan anime genre Mecha, karena dari awal memang bisa dibuat heavy merchandise alias dapat menguntungkan dari segi bisnis. Tetapi dari segi mecha, sebagai sebuah tontonan anime, punya halangan yang sangat besar.

Anime mecha sering kali berada di rentang underated atau overated. Jarang banget berada diantara keduanya. Hal ini dikarenakan persepsi anime robot itu bisa serius banget, atau menjadi tidak jelas alur ceritanya.

Mempertontonkan kedua genre yang menjadi titik duel anime tersebut justru menarik. Hal ini dikarenakan polarisasi keduanya dari sisi fans yg ekstrim. Kayaknya bakal absurd jika anime yang ‘diajak duel’ dalam film Haken Anime alias Anime Supremacy itu adalah anime slice of life melawan anime komedi science fiction.

Ah, sampai lupa. Keduanya itu merupakan anime orisinil, bukan adaptasi yang menambah tingkat kesulitan produksi dari sisi studio produksi. 

Masih Kurangnya Apresiasi Bagi Kegiatan Dibalik Layar untuk Tampil di Film Haken Anime

Untuk review film Anime Supremacy ini, saya perlu jujur. Ada bagian yang saya suka tentu saja berbagai macam kegiatan yang dilakukan di studio maupun diluar studio. Misalnya, berdebat dengan color artist perihal warna yang harus digunakan di adegan tertentu, suara yang dipakai di beberapa elemen, hingga perkara menunjuk siapa yang akan akan mengisi musik latar juga berpengaruh.

Agak sayang sebenarnya bagi kita untuk diperlihatkan kegiatan produser Osamu yang lebih condong ke bisnis dan promosi, sementara produser Kayako lebih pada bagian HRD dan produksi, dikarenakan lebih banyak lobi untuk kebutuhan outsourcing dan meyakinkan komite produksi. 

Sesi recording para seiyuu yang kontras banget turut ditampilkan dalam film ini. Terutama untuk anime mecha bikinan sutradara Hitomi, yang cenderung keras dan ingin perfect, dikarenakan sutradara aktif memberi masukan yang kadang tidak sabaran terhadap pengisi suara karakter utama.

Meskipun untuk kebutuhan drama, tetapi tetap kerasa kalau kejadian itu bisa betulan terjadi disetiap produksi anime. Lain halnya dengan sesi recording anime mahou shoujo punya sutradara Chiharu, yang terlihat seperti tidak peduli dikarenakan pikirannya kemana-mana mikirin skenario dan storyboard.

Ia tetap mempercayakan saja semua hal soal rekaman tersebut pada sound director yang mengarahkan pada seiyu nge-dubbing. Lagipula, persepsinya diperlihatkan bahwa produksi untuk mahou shoujo diisi sama pengisi suara yang kawakan. Jadi produksinya dapat berjalan cepat.

Sementara untuk anime mecha, karakter utama seiyu idol yang masih baru, dan karakter pembantunya merupakan seiyu kawakan. Ada adegan yang kalau aku ga salah inget, memperlihatkan Kajii Yuuki yang sampai terlihat simpati sama Aoi saat rekaman. 

terus juga ada dari animator. Aah, pada sisi animator, juga diperlihatkan bahwa mereka kadang diberi pekerjaan tidak masuk akal. Sayangnya, gajinya tidak pernah di-mention. Agak sayang sebenarnya, kerena segi animator ini hanya diperlihatkan pekerjaan mereka seperti pekerjaan mulia dengan beban kerja yang absurd.

Cuma ya, ini film tentang sutradara muda, bukan animator. Jadi masuk akal, apabila porsi seorang animator gak detil-detil banget. Sisanya, bagian komedinya ngepas, dan dramanya cukup oke. Terlebih aktingnya! Saya suka terutama untuk akting para produser. 

Alur cerita yang cukup jelas, serta motivasi tiap sutradara membuat saya sangat enjoy dengan konflik yang dialami masing-masing karakter. Namun, jauh lebih penting dari film ini, adalah kita bisa mengetahui bagaimana pekerjaan dalam memproduksi anime.

Kita mampu menyadari bahwa pekerjaan tersebut dapat membuat kita stres juga, sama seperti pekerjaan yang lain tentunya, dan terkadang tidak masuk akal namun semua itu dilakukan agar memberikan nilai yang mungkin bisa merubah hidup seseorang. 

Pada akhirnya, film Anime Supremacy atau Haken Anime ini memberi pesan, tidak hanya kepada kita penonton ataupun ke calon-calon sutradara, tetapi juga sebagai kreator. “Kamu ingin karyamu dikenang sebagai apa?


Terima kasih telah membaca artikel Nawala Karsa. Artikel ini kami buat sepenuh hati untuk para pembaca, termasuk kamu!

Dukung Nawala Karsa sebagai media berita independen dan terpercaya kamu dengan memberikan tip melalui Sociabuzz Tribe milik Ayukawa Media. Untuk mengirimkan tip, kamu dapat membuka pranala berikut pranala berikut.