Memahami Whitelist dan Blacklist Lewat Kebijakan PSE Kominfo

Melalui kebijakan PSE dari Kominfo, kita bisa belajar mengenai perbedaan dari whitelist dan blacklist, seperti apa ya bedanya?

Whitelist dan Blacklist
Sumber foto: https://blog.adcombo.com/whitelist-and-blacklist-how-to-work-with-it/

Beberapa waktu lalu, masyarakat Indonesia sempat heboh akibat kebijakan PSE dari Kominfo. PSE sendiri merupakan singkatan dari Penyelenggara Sistem Elektronik, yang merupakan kebijakan dari Kominfo untuk membuat ruang digital yang aman dan sehat.

Namun, upaya dari Kominfo tersebut justru mendapat banyak respon negative dari masyarakat, karena mereka merasa dirugikan dengan adanya kebijakan ini. Bagaimana tidak, melalui kebijakan PSE, Kominfo akan memblokir pelbagai website yang tidak mendaftarkan diri mereka, baik dalam atau pun luar negeri.

Bukan sekedar gertak sambal, Kominfo bahkan sudah sempat memblokir PayPal karena mereka tidak mendaftarkan diri. Meskipun, akhirnya pemblokiran tersebut dicabut, setelah PayPal mendaftarkan diri mereka.

Dengan adanya kebijakan pemblokiran dari Kominfo ini, apakah hal ini serupa dengan wacana whitelist dan blacklist yang sempat mengemuka beberapa tahun lalu? Artikel ini akan membahas mengenai hal tersebut.

Memahami Apa Itu Whitelist dan Blacklist

Blacklist dalam dunia digital
Sumber foto: CloudDNS

Dalam ranah digital istilah whitelist dan blacklist sebenarnya bukanlah hal yang baru. Dua istilah ini lebih berfokus pada akses yang bisa seseorang lakukan melalui jaringan internet miliknya? Hah? Maksudnya bagaimana ya?

Untuk lebih memahami hal ini, mungkin lebih mudah melalui contoh kasus. Mungkin NawaReaders pernah mencoba mengakses suatu website, namun, website tersebut tidak dapat terbuka dan memunculkan tulisan internet positif. Hal itu merupakan salah satu contoh dari praktik blacklist terhadap sebuah website.

Jadi, apabila sebuah website diblacklist oleh Kominfo, maka kalian tidak akan bisa mengakses website tersebut. Lantas apa bedanya dengan whitelist? Apabila kita menggunakan contoh kasus dari PSE, maka website yang sudah terdaftar di Kominfo akan termasuk ke dalam whitelist dan bisa diakses dengan bebas oleh masyarakat.

Lalu, bagaimana dengan website yang belum terdaftar tersebut? Karena mereka belum belum mendaftarkan dirinya, mereka tidak masuk ke dalam whitelist di sistem PSE, sehingga website tersebut tidak bisa diakses.

Jadi, website yang bisa diakses hanyalah yang sudah terdaftar saja. Untuk contohnya, NawaReaders mungkin bisa mencoba membuka website yang belum mendaftarkan PSE mereka pada Kominfo.

Dari dua penjelasan ini, tentunya terlihat bagaimana perbedaan dari dua istilah ini. Pada blacklist, akan berfokus untuk memblokir website yang tidak sesuai dengan aturan pemerintah atau pun Kominfo.

Sebagai contoh, website yang memuat konten pornografi atau pun kekerasan. Sedangkan whitelist akan berfokus untuk menyediakan akses pada website yang sudah terdaftar saja. Lalu, mana yang kira-kira lebih baik?

Sisi Positif dan Negatif

Sisi positif dan negatif Whitelist dan Blacklist
Sumber foto: NordVPN

Tentu saja kedua hal ini memiliki sisi positif dan negatifnya masing-masing.

Sebagai contoh, dengan menggunakan metode blacklist, tentunya konten-konten negatif yang diblokir akan lebih tepat sasaran, karena perlu meriset mengenai konten dari suatu website terlebih dahulu, sebelum memblokirnya. Dengan hal ini, tentunya konten negatif bisa terjaring.

Tapi, metode semacam ini tentunya lebih membutuhkan waktu, karena ada banyak sekali website di ranah digital, sehingga untuk benar-benar menjaringnya sesuai kebutuhan dan aturan yang berlaku tentu butuh waktu. Bagaimanapun, metode ini tentunya akan lebih tepat sasaran.

Selanjutnya, untuk whitelist, metode ini akan memblokir website yang tidak terdaftar, dalam contoh kasus beberapa waktu belakangan, tidak terdaftar dalam PSE Kominfo.

Hal ini tentunya akan memudahkan Kominfo untuk memblokir website yang tidak terdaftar. Selain itu, tentunya akan lebih hemat waktu juga.

Tapi, apakah penggunaan whitelist ini pasti akan sesuai sasaran dan berhasil meminimalisir konten negatif? Mungkin saja bisa, tapi belum tentu juga akan tepat sasaran.

Bagaimana pun, konten yang sudah terdaftar mungkin saja memuat konten negatif. Contohnya bisa kita lihat saat situs judi online terdaftar di PSE Kominfo dan masyarakat bebas mengaksesnya.

Meskipun akhirnya situs tersebut diblokir, tapi hal itu menunjukkan bahwa pihak pemblokir pun juga bisa kecolongan.

Hal ini menunjukkan juga bagaimana metode ini sebenarnya cukup simple namun tetap membutuhkan usaha lebih untuk memverifikasi website yang mendaftarkan diri.

Selain itu, metode whitelist ini kemungkinan banyak orang yang tidak bisa mengakses beberapa website tertentu yang tidak memuat konten negatif.

Sebagai contoh, saya sempat merasakan pengalaman ini saat mencoba mengakses sebuah jurnal ilmiah namun gagal, karena website tersebut belum mendaftarkan PSE pada Kominfo.

Hal ini tentunya menjadi sebuah kerugian begi beberapa orang, karena mereka tidak bisa mengakses website yang tidak memuat konten negatif. Hal seperti ini mungkin bisa menjadi pertimbangan bagi para pembuat kebijakan.

Bagaimana pun juga, tujuan adanya kebijakan PSE Kominfo tentu positif dengan tujuan untuk menciptakan ranah digital yang aman bagi semua kalangan.

Namun, untuk mencapai hal tersebut tentunya butuh waktu juga dan prosesnya tidak bisa instan. Jadi ke depannya, kebijakan ini diharapkan mampu tepat sasaran sehingga upaya menciptakan dunia digital yang aman bisa benar-benar tercapai.


Terima kasih telah membaca artikel Nawala Karsa. Artikel ini kami buat sepenuh hati untuk para pembaca, termasuk kamu!

Dukung Nawala Karsa sebagai media berita independen dan terpercaya kamu dengan memberikan tip melalui Sociabuzz Tribe milik Ayukawa Media. Untuk mengirimkan tip, kamu dapat membuka pranala berikut pranala berikut.