Kilas Balik Anime: Classroom of the Elite Karya Shogo Kinugasa

Classroom of the Elite

Wapemred Nawala Karsa membahas anime Classroom of the Elite karya Shōgo Kinugasa dalam 1000 kata.


 

Thukidides, sejarawan Yunani Kuno pernah mengatakan bahwa hubungan antarbangsa adalah sebuah konflik dan kompetisi. Saling mendominasi dan menguasai adalah sifat alamiah dari sebuah bangsa jika ingin mempertahankan bangsanya atau dirinya sendiri.

Manusia adalah aktor utama bagi bangsa untuk menjalankan kebijakan mereka dalam memainkan sebuah konflik. Maka dengan itu, bisa dikaitkan bahwa hubungan antarmanusia pun bisa disebut sebagai sebuah konflik dan kompetisi yang saling mendominasi dan menjatuhkan satu sama lain.

Classroom of the Elite

Ayanokouji Kiyotaka mungkin mempercayai hal tersebut. Memandang manusia sebagai mahkluk yang dipenuhi motif adalah sesuatu yang memang tidak bisa terhindarkan. Apalagi setelah dirinya masuk SMA khusus Koudo Ikusei yang menjamin murid-muridnya mendapatkan masa depan yang cerah.

Tetapi, siswa-siswi dari sekolah tersebut mempunyai syarat dan ketentuan yang berlaku andai mereka ingin mendapatkan semua hal yang mereka inginkan dari sekolah tersebut: yaitu setiap kelas harus bersaing menjadi yang terbaik.

Sistem hierarki yang terdapat dalam sekolah tersebut menentukan bagaimana setiap kelas mampu bersaing dan dapat menjalankan kehidupan mereka selama berada di dalam sekolah. Maka dari itu terdapat sistem poin yang dihitung berdasarkan kontribusi para murid dalam kegiatan pembelajaran serta perilaku mereka selama terdaftar menjadi siswa di sekolah tersebut.

Terdapat 4 kelas yang mengklasifikasikan setiap murid berdasarkan poin yang mereka dapatkan. Kelas paling tertinggi adalah Kelas A dan terendah adalah Kelas D. Setiap kelas saling berjuang dan mengalahkan demi mendapatkan gelar Kelas A.

Karena persaingan untuk mendominasi dan mengalahkan satu sama lain itulah yang membuat setiap murid beserta kelasnya saling bertarung menggunakan cara apa pun demi mendapatkan peringkat tertinggi di sekolah tersebut.

Baik-Jahat, Pahlawan-Musuh, Protagonis-Antagonis, Semua itu Hanya Perspektif di Classroom of the Elite

Karena sistem hierarki yang membuat siswa harus berkompetisi, maka mau tidak mau setiap kelas dan para siswanya harus saling menikam satu sama lain demi mampu mencapai tujuan mereka. Tidak ada yang bisa benar-benar disebut sebagai karakter baik, karakter jahat, protagonis atau antagonis di dalam Classroom of the Elite.

Dikarenakan semua karakter di dalamnya mempunyai kepentingannya masing-masing yang bisa dicapai dengan memanfaatkan lingkungannya. Ayanokouji Kiyotaka yang masuk ke dalam Kelas D pun mampu melihat sisi buruk teman-temannya itu di kelas yang dipenuhi motif untuk mencapai kepentingan pribadi semata.

Kushida Kikyou misalnya, seorang gadis yang terlihat ceria, pandai bergaul dan selalu menjadi sorotan siswa Kelas D. Hal tersebut membuatnya menjadi mempunyai banyak teman dan dianggap sebagai salah satu siswa yang menonjol. Namun, sikap yang tampilkan Kushida hanyalah topeng yang dipakainya untuk mencapai kepentingannya demi mendapatkan popularitas serta-merta bumbu ketenaran.

Begitu pula dengan Hirata Yosuke, sosok yang aktif di dalam kelas serta perilakunya yang mengayomi membuatnya menjadi pemimpin kelas D. Berbeda seperti kepentingan Kushida yang mengincar popularitas dan tuntutan, Hirata bersikap seperti itu karena ingin menutupi sisi lemahnya yang tidak bisa melakukan apa-apa. Sehingga dengan perilakunya yang bertingkah seperti pemimpin, hal tersebut bisa menutupi sisi lemahnya dan mendapatkan pengakuan semu dari teman sekelas.

Classroom of the Elite memberikan kebebasan memilih kepada penontonnya untuk menentukan sifat setiap karakter. Toh, karakter utama seperti Ayanokouji Kiyotaka dan Horikita Suzune juga mempunyai kepentingannya tersendiri dan menyiratkan bahwa karakter utama pun juga tidak bisa disebut sebagai orang yang baik.

Eskalasi Konflik yang Terus Meningkat

Classroom of the Elite

Permasalahan atau konflik yang dihadirkan dalam anime ini tidak hanya berfokus pada konflik simetris antara karakter serta manis-pahit kepentingan mencapai tujuan mereka. Tetapi lebih dari itu, konflik di dalam Classroom of the Elite lebih bersifat asimetris.

Karena setiap kelas dan siswanya yang mempunyai kepentingan dan motif masing-masing, membuat mereka semua harus berkompetisi dengan kelas lainnya. Sehingga memunculkan figur-figur yang berkuasa dari masing-masing kelas yang mempunyai tujuan untuk menghancurkan setiap kelas yang ada.

Figur yang berkuasa itu mempunyai otoritas di setiap kelas untuk mengatur rencana atau kebijakan mereka dalam menghadapi kelas lainnya. Ryuueen yang berasal dari Kelas C contohnya: digambarkan sebagai sosok figur yang pragmatis dan selalu bertindak bagai pemimpin otoriter. Maka dari itu, dirinya rela melakukan cara-cara represif yang berujung kepada kekerasan demi menyingkirkan musuh-musuh dari kelas lain.

Atau yang berada di dalam Kelas A, terdapat dua faksi yang terpolarisasi karena perbedaan kepentingan dan pemikiran mereka. Faksi Katsuragi Kohei salah satunya yang lebih bersifat konservatif, berbeda pandang dan tujuan dengan faksi Sakayanagi Arisu yang mempunyai paradigma reformis yang tentunya berkebalikan dengan faksi Katsuragi.

Perbedaan faksi serta ideologi yang dibawa itu pun juga menimbulkan konflik internal di dalam kelasnya, sehingga memperbesar konflik yang tadinya hanya dengan kelas lain, menjadi perang saudara yang terjadi di dalam kelas A.

Karena muncul figur-figur dan beberapa faksi tersebut pun membuat eskalasi konflik selalu meningkat di setiap episode. Sehingga mampu menimbulkan pertanyaan dan kompetisisi yang lebih besar dari sebelumnya. Bahkan berujung perang habis-habisan antarkelas demi mampu meraih kemenangan agar bisa mendominasi kepentingan masing-masing.

Plot Twist yang Bikin Melongo di Classroom of the Elite

Alur yang tidak gampang ditebak menjadikan Classroom of the Elite sebagai anime yang bukan kaleng-kaleng. Penonton akan dibawa ke dalam plot yang pada awalnya terlihat sederhana, ternyata ketika menuju akhir cerita menjadi semakin rumit.

Dapat dilihat ketika setiap kelas mendapatkan kewajiban untuk mengikuti Ujian Kebebasan dengan bertahan hidup di alam liar. Di sana, setiap kelas mencari cara bagaimana bisa bertahan hidup hanya dengan kebutuhan serta perlengkapan seadanya dan seminim mungkin.

Cara-cara yang penuh motif, intrik serta penipuan pun tidak segan dipakai oleh setiap kelas demi mampu bertahan dan menjadi pemenang. Namun, kecerdikan adalah sikap fundamental yang harus dimiliki para murid jika ingin menjadi pemenang dalam kompetisi ini.

Karena mau bagaimanapun, tanpa kecerdikan, mereka yang mencoba memanipulasi sekitarnya akan dibantai habis juga dengan manipulasi yang diciptakan entitas lainnya. Dan Ayanokouji Kiyotaka pun memiliki kecerdikan ini dibanding figur-figur kelasnya maupun dari kelas lainnya.

Ketika menjelang akhir cerita, twist pun bermunculan dengan sangat apik. Kelas C  yang di ambang kemenangan karena berhasil memanipulasi kelas A dengan cara persuasif mereka. Karena hal itu pun, satu langkah lagi mereka dipastikan menjadi pemenang.

Namun kecerdikan dari Ayanokouji Kiyotaka mampu membaca itu semua. Hanya dengan kecerdikannya sendiri, Kiyotaka mampu membaca rencana Ryuuen dan membuat keadaan berbalik menjadi kemenangan mutlak kelas D di antara kelas lainnya. Kemenangan yang tidak terduga itu pun menjadikan Kiyotaka sebagai momok mengerikan bagi kelas lainnya.

Tapi tidak hanya itu, twist yang paling menjengkelkan justru muncul saat detik-detik terakhir anime ini sebelum tutup layar. Yaitu ketika Ayanokouji Kiyotaka membeberkan motif sesungguhnya kepada Horikita Suzune.

Ayanokouji Kiyotaka Memang Sialan

Ketika heroine kuudere yang bersikap dingin pada awalnya di akhir menjadi luluh karena sikap karakter utama, maka biasanya akan timbul situasi komedi-romantis yang mengakhiri anime dengan senyum kebahagiaan. Namun, Classroom of the Elite bukan anime menye-menye tentang romantisme semu masa sekolah.

Oleh karena itu, di 20 detik terakhir menjelang tamat, monolog antitesis dari Ayanokouji Kiyotaka mengubah seisi cerita. Dari yang awalnya Kiyotaka digambarkan sebagai pribadi yang acuh tak acuh serta terlihat tidak mempunyai tujuan, ternyata, usut punya usut dirinya mempunyai kepentingan untuk menjadi winner takes all atau pemenang mengambil segalanya.

Segala bayangan dari episode pertama terkait Ayanokouji Kiyotaka sebagai protagonis pahlawan pun buyar seketika. Karena ternyata, di dalam monolog itu dirinya mengaku memanfaatkan teman-temannya untuk mewujudkan motif terselubung yang dirinya punyai. Anime pun ditutup dengan closing outro serta musik latar yang membuat mulut kita melongo dan mata kita terbelalak seraya mengucap kata: SIALAN.

Kesimpulan: berhati-hatilah dengan manusia yang belajar piano dan kaligrafi.


Terima kasih telah membaca artikel Nawala Karsa. Artikel ini kami buat sepenuh hati untuk para pembaca, termasuk kamu!

Dukung Nawala Karsa sebagai media berita independen dan terpercaya kamu dengan memberikan tip melalui Sociabuzz Tribe milik Ayukawa Media. Untuk mengirimkan tip, kamu dapat membuka pranala berikut pranala berikut.