Review Film Detention: Narasi Intelektual dan Visualisasi Horor Psikologis

Detention

Selasa (17/11) distributor film Moxienotion mengadakan screening film Detention di CGV Grand Indonesia. Detention adalah film produksi Taiwan yang merupakan adaptasi dari gim horor dengan judul yang sama.

Berlatar di tahun 1962, ketika Taiwan sedang dihadapi masa White Terror dan dunia sedang berkelut dengan Perang Dingin. Sehingga menciptakan atmosfer sunyi dan penuh ketegangan di dalam masyarakat Taiwan. Pada masa itu otoritas Taiwan tengah di bawah kendali pemerintahan otoriter dengan asas Hukum Militer (Jièyán Shíqí) yang menyebabkan kebebasan berekpresi warga sipil dikendalikan. Semua perilaku masyarakat di awasi oleh pemerintah, siapa pun yang menentang pemerintahan dan bertindak subservif akan ditangkap dan dihilangkan.

Cerita bermula ketika Fang Ray-shin murid Sekolah Menengah Greenwood yang terbangun dari tidurnya, dan menyadari bahwa ternyata dirinya tertinggal sendirian di ruang kelas pada malam hari. Fang bertemu dengan Wei Chung-ting teman sekelas yang ternyata juga kedapatan bermalam di sekolah.

Ketika mereka mencoba mengawali pencarian jalan keluar dari sekolah, Fang dan Wei malah mendapatkan pengalaman mistis. Namun tidak hanya itu, mereka juga menyadari jika sekolah mereka telah menjadi tempat berkumpulnya para arwah hasil eksekusi yang dilakukan pemerintah kepada warga sekolah.

Mereka berdua akhirnya menyadari bahwa hal-hal mistis yang terjadi di sekolahnya ini berhubungan dengan kejadian yang menimpa Klub Buku terlarang di sekolahnya yang tengah digeruduk oleh pemerintah. Cerita mereka pun dimulai dengan berusaha menemukan anggota Klub Buku tersebut untuk mengetahui misteri dan kebenaran terkait arwah-arwah dan kejadian mistis yang berada di sekolahnya.

Detention: Sebuah Horor dalam 3 Babak

Detention

Satu hal yang perlu disoroti dari film Detention adalah bagaimana kompleksitas alur yang tersaji di setiap babak yang terdapat dalam film mampu membuat penonton menahan napasnya ketika menyaksikan film ini. Eksekusi plot yang ciamik, penuh dengan twist yang menjengkelkan, dan tidak seperti kebanyakan film horor lainnya, Detention juga membawa pengalaman teror yang lebih kompleks.

Seperti halnya di babak pertama dalam film, Detention mengawali film dengan memberikan gambaran selayaknya film horor yang kasual—munculnya monster dan arwah, adegan jumpscares konsisten, dan skoring mistis yang membuat bulu kuduk merinding. Detail-detail lazim dalam film horor tetap tersedia dalam Detention, tetapi porsinya memang tidak terlalu banyak.

Fokus Detention memang bukan menyajikan film horor kasual dengan eksekusi yang umum. Seperti yang bisa ditonton pada babak kedua film ini. Detention memberikan sebuah inovasi yang mewah dalam film horor: tentunya bukan film yang bisa meneror penonton dengan hanya memvisualisasikan sosok-sosok gaib atau monster saja, melainkan Detention berhasil memberikan evolusi teror psikologis dalam menyebarkan variasi ketakutan yang memancing emosi sebagai genre horor kepada penontonnya.

Teror-teror itu diterapkan melalui teror visual yang didapati dengan beragam implementasi yang tersaji dalam film. Misalnya seperti sebaran-sebaran tulisan bernarasi kematian bercak darah, lalu foto-foto warga sekolah yang telah mati dieksekusi. Selain itu visual tubuh-tubuh korban-pengeksekusian yang bergelantungan di atap gedung, atau pun yang terkapar di sekeliling lorong juga tidak luput meneror imajinasi dan psikologi penonton.

Visual percikan darah, gedung-gedung tua yang hancur lebur, lorong gelap yang begitu hening juga tidak luput menjadi aspek visual teror yang tersampaikan melalui indera penglihatan maupun pendengaran ketika menyaksikan filmnya.

Sebagai Media Pengingat Otoritarianisme Taiwan

Detention

Pembunuhan, penculikan hingga perenggutan kebebasan berekspresi masyarakat Taiwan terekam dengan jelas dalam film Detention. Narasi kebebasan, kemerdekaan dan perjuangan membumbui Detention sehingga menjadikan film ini sebagai film horor yang menggunakan narasi intelektual dalam penyampaian pesannya.

Detention memberikan gambaran faktual bahwasanya hantu atau monster sebenarnya yang membelenggu masyarakat Taiwan adalah pemerintahan otoriter yang memimpin mereka sendiri. Pembunuhan hingga penangkapan, lalu pengeksekusian hingga penyiksaan yang dilakukan otoritas represif di sana, tergambarkan dengan dramatis dan menyakitkan.

Selayaknya sebagai sebuah pengingat tentang pengalaman masa white terror yang penuh dengan suasana berkabung, Detention di babak ketiga tidak luput untuk menyampaikan pesan utamanya sebagai media pengingat catatan historis Taiwan: yaitu menjadi film yang menarasikan sebuah pesan intelektual tentang kebebasan dan kemerdekaan, melalui eksekusi variasi visual horor yang mengerikan serta kegetiran dengan beragam variasinya.

Detention akhirnya memberikan sebuah pengalaman menarik dengan variasi penerapan yang berkualitas. Dari Plot fundamental yang dieksekusi dengan ciamik, isi cerita yang perlu memainkan logika untuk mencari benang merah dalam mengetahui makna film, dan tidak luput juga visualisasi magis yang turut membantu memberikan simbolisasi jalan cerita secara keseluruhan.

Sebelumnya, film Detention telah dirilis dan mendapatkan kesuksesan komersial dalam penayangannya di berbagai negara seperti Taiwan, Hongkong, Singapura, Malaysia dan Korea Selatan. Penonton di Indonesia pun akan mendapatkan kesempatan untuk menikmati film Detention ini di bioskop pada tanggal 18 November 2020 mendatang.


Terima kasih telah membaca artikel Nawala Karsa. Artikel ini kami buat sepenuh hati untuk para pembaca, termasuk kamu!

Dukung Nawala Karsa sebagai media berita independen dan terpercaya kamu dengan memberikan tip melalui Sociabuzz Tribe milik Ayukawa Media. Untuk mengirimkan tip, kamu dapat membuka pranala berikut pranala berikut.