Budaya Indonesia dan Dunia Komik Bertemu dalam Talkshow Comifuro 18

Panggung utama Comifuro 18 dimeriahkan oleh talkshow Shikisai mengenai kolaborasi budaya lokal dalam dunia komik. Seperti apa?

Shikisai Comifuro
Duo pembicara talkshow "Kolaborasi Budaya Lokal dalam Komik" (kiri) dan poster resmi Comifuro 18 (kanan) | Foto dan Edit: Fida Zalfa L.Y. & @ Instagram / comifuro

Minggu, (12/05) Comic Frontier (Comifuro) 18 menggelar talkshow bertajuk “Kolaborasi Budaya Lokal dalam Komik”.

Talkshow pada hari kedua Comifuro tersebut digagas oleh Shikisai, bagian dari korporasi Kompas Gramedia, Elex Media, dan m&c!

Sebagai pembicara, tampil Tanfidz Tamamuddin dan Ragha Sukma selaku pencipta komik Jawara Sejati.

Keduanya membagikan kisah dalam membuat komik bernuansa budaya lokal tersebut. Seperti apa, ya?

Tertarik dengan Budaya Lokal

Tanfidz Tamamuddin Ragha Sukma
Dari kiri ke kanan: kover Misteri Kutang Berdarah, Sayuti Koboi Betawi, dan Jawara Sejati karya Tanfidz Tamamuddin dan Ragha Sukma | FOTO: @ Instagram / tanfidz_t | EDIT: Fida Zalfa L.Y.

Baik Tanfidz dan Ragha sama-sama memiliki ketertarikan terhadap budaya Indonesia.

Bila bagi Tanfidz, “Sejarah dan budaya Indonesia adalah inspirasi berkarya yang tidak ada habisnya untuk digali.” maka Ragha, “Terinspirasi dari cergam Indonesia untuk menggambar komik bernuansa lokal,” ungkap moderator.

Ketertarikan keduanya pada budaya Indonesia pun melahirkan komik-komik seperti Misteri Kutang Berdarah, Sayuti Koboi Betawi, hingga Jawara Sejati yang diterbitkan oleh Koloni, imprint penerbit m&c!

Dalam komik Jawara Sejati itulah, dikisahkan seorang pemuda, Zaen, yang mempelajari silat Betawi. Tapi, kenapa silat, ya? Dan kenapa spesifik silat Betawi?

Lahir dari Kecintaan Masa Kecil

Talkshow Shikisai Comifuro 18
Talkshow “Kolaborasi Budaya Lokal dalam Komik” | Foto dan Edit: Fida Zalfa L.Y.

“Kebetulan kita cowok suka shounen, berantem-beranteman,” tutur pembicara pada talkshow Shikisai Comifuro 18 tersebut, tertawa.

“Kita dari kecil memang nontonnya film-film action apalagi martial arts jadi pingin juga, nih, menunjukkan kalau silat nggak kalah hebat dari yang lagi rame di dunia pop culture seperti kungfu dan lainnya.”

Ketika ditanya mengapa spesifik tentang silat, Ragha menjawab, “Kebetulan kita memang orang Betawi, jadi kita pasti lebih pingin nunjukin budaya kita sendiri.”

Namun, ternyata komik Jawara Sejati mengalami proses yang tidak sat set begitu saja, lho!

Dari Ide ke Majalah ke Koloni

Comic Frontier 18
Poster talkshow yang dipersembahkan oleh m&c! comics, Elex Media dan Shikisai | FOTO: @ Instagram / comifuro | EDIT: Fida Zalfa L.Y.

“Dulu 2016 ada majalah Kosmik. Saya ngajuin cerita ke Kosmik tentang seorang pemuda yang belajar silat Betawi.” Tanfidz membuka kisahnya mengenai bagaimana Jawara Sejati lahir. “Cuma saat itu editornya bilang kalau shounen doang udah kebanyakan. Tambahin bumbu-bumbu, romance atau horor, gitu.”

Lantaran bingung bagaimana caranya komik silat bertemu horor, akhirnya Tanfidz memutuskan membuat komik silat plus romance. Namun, Kosmik kemudian bubar.

“Terus saya ketemu Ragha di kantor, di Bumilangit. Saya ajak. Kebetulan sama-sama orang Betawi, nih, ada cerita yang belum selesai di Kosmik,” ucap Tanfidz. “Kami ajukan ke Koloni, Koloni menerima, dan terbitlah komik Jawara Sejati,” pungkasnya.

Hmmm … tapi, bagaimana, ya, cara mengolaborasikan budaya lokal dalam karya kita?

Shikisai Comifuro 18: Budaya Lokal dan Komik Bertemu

Talkshow Shikisai “Kolaborasi Budaya Lokal dalam Komik” di main stage Comifuro 18 | Foto dan Edit: Fida Zalfa L.Y.

“Kalau ngomongin budaya sebenernya jangan sampai terpenjara kalau budaya itu pasti berhubungan sama etis,” tutur pembicara.

Mengenai hal tersebut salah satu contohnya adalah budaya jadian di Indonesia. Biasanya, akan dimulai dengan si cowok PDKT dengan si cewek baru kemudian nembak si cewek.

Namun, tidak ada di Indonesia nembak dengan cara memasukkan surat ke kolong sepatu. “Tidak ada ataupun tidak lazim,” kisah pembicara yang diikuti oleh gelak tawa pengunjung.

“Kalau kita mau bikin komik, pastikan kita ngeh dengan cara hidup orang-orang di sekitar kita. Pastikan keseharian yang diterangkan itu hal yang lazim di sekitar kita.”

Namun, bagaimana dengan pengaruh media sosial dewasa ini? Tak terhitung banyaknya budaya luar yang memasuki Indonesia.

Selama itu Positif

Duo pembicara dan moderator berfoto bersama sebelum menutup talkshow | FOTO: @ Instagram / comifuro | EDIT: Fida Zalfa L.Y.

Nah, jika membicarakan pengaruh dari luar, sebenarnya tidak sedikit budaya Indonesia yang merupakan akulturasi dari negeri lain.

Contohnya kue putu salju yang berasal dari Eropa dan kue keranjang yang berasal dari Tiongkok.

“Silat Betawi juga ada pengaruhnya dari Tiongkok. Pendekar dulu saling tarung, saling belajar. Misalnya habis menang, ‘Jurusmu bagus, nih, ajarin, dong‘ dan memang ada jurus-jurus tertentu yang diambil dari kungfu,” tutur Tanfidz.

“Jadi, sebenernya campuran budaya-budaya luar itu ada. Cuma balik lagi kira-kira budaya yang masuk itu memberi pengaruh negatif atau positif. Selama tidak ada pengaruh negatif, tidak apa-apa.”

Senada dengan Tanfidz, Ragha pun menambahkan dari segi visual, “Ilustrator kita juga banyak yang dipengaruhi oleh manga, tapi sebenernya sah-sah aja terpengaruh budaya luar. Tapi, kreator-kreator lokal kita udah mulai nyisipin konten-konten lokal.”

Talkshow Shikisai: Riset untuk Hasil Berkualitas

Maen Pukulan Pencak Silat Khas Betawi
Kover buku Maen Pukulan Pencak Silat Khas Betawi | FOTO: @ ebooks.gramedia | EDIT: Fida Zalfa L.Y.

Walaupun Tanfidz dan Ragha sama-sama orang Betawi, bukan berarti mereka langsung aja bikin komik tentang budaya Betawi. Tetap diperlukan riset.

Dalam kasus Tanfidz, ia melakukan riset terlebih dahulu antara lain dari buku Maen Pukulan karya GJ Nawi dan Folklor Betawi karya Abdul Chaer.

Di sisi lain, Ragha mengungkapkan dia melalui proses kreatif guna menemukan gaya gambar yang tepat untuk Jawara Sejati. Sebab ilustrator yang mampu menghadirkan gaya gambar yang cocok dengan ceritalah yang mampu memberi pengalaman tak terlupakan kepada pembaca.

“Jadi, meskipun saya dan Mas Ragha orang Betawi, tidak menjadikan kita ngerti banget soal Betawi. Kita juga harus tetap belajar, banyak riset sehingga karya yang kita hasilkan punya kualitas yang bisa dibanggakan,” terang Tanfidz.

Talkshow Shikisai Comifuro 18 pun berlanjut pada sesi tanya jawab serta ditutup dengan menyanyikan lagu ulang tahun untuk penerbit m&c!


Terima kasih telah membaca artikel Nawala Karsa. Artikel ini kami buat sepenuh hati untuk para pembaca, termasuk kamu!

Dukung Nawala Karsa sebagai media berita independen dan terpercaya kamu dengan memberikan tip melalui Sociabuzz Tribe milik Ayukawa Media. Untuk mengirimkan tip, kamu dapat membuka pranala berikut pranala berikut.