Melihat Potret Ketidaksempurnaan Hidup Dalam Novel Gagal Menjadi Manusia

novel Gagal Menjadi Manusia
Novel karya Dazai Osamu, Gagal Menjadi Manusia

Para pecinta buku dan sastra Jepang (atau bahkan penggemar anime?) mungkin sudah mengetahui tentang seorang penulis bernama Osamu Dazai. Penulis yang lahir di kota Kanagi, prefektur Aomori ini telah menggarap sejumlah novel dan cerita pendek. Banyak dari karyanya yang terkenal dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Salah satunya adalah Ningen Shikkaku atau Gagal Menjadi Manusia.

Kita semua tahu bahwa tidak ada satu pun manusia yang memiliki kehidupan yang sempurna seutuhnya. Bahkan, meski ia terlihat seperti orang yang memiliki segalanya, bisa jadi ia adalah orang yang paling banyak menangis ketika sendiri. Bisa jadi, ia adalah orang yang paling menderita di balik senyuman yang selalu disunggingkan di depan orang banyak. Setidaknya, itulah yang saya dapat dari novel karya Osamu Dazai yang satu ini.

Pernah Terbit di Indonesia, Kini Ningen Shikkaku Hadir Lagi!

Sebenarnya, No Longer Human pernah diterjemahkan oleh Penerbit Basabasi ke dalam bahasa Indonesia dan judulnya menjadi Orang Gagal. Namun, Penerbit Mai menerbitkan lagi kisah ini dan berusaha agar dapat menginterpretasikannya dengan baik, sehingga sesuai dengan pesan mendalam yang ingin disampaikan dalam buku ini.

Sebenarnya, saya tertarik membaca buku Ningen Shikkaku karena bahkan sebelum perilisannya, sudah banyak review yang mengatakan bahwa buku ini memiliki kualitas penerjemahan yang bagus dan baik penerjemah, editor, dan penyelaras bahasanya berusaha untuk dapat menerjemahkan buku ini sehingga dapat diserap dengan baik oleh para pembaca di Indonesia. Selain itu, isi buku ini dianggap menarik bagi banyak orang, karena menyajikan nilai-nilai dan sejumlah tema yang kerap muncul dalam realita kehidupan sehari-hari.

Kali ini, saya akan memberikan sedikit pendapat saya mengenai buku No Longer Human yang telah diterjemahkan oleh Penerbit Mai. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan versi ini memiliki judul Gagal Menjadi Manusia.

Melihat Sisi Kelam Kehidupan Manusia dari Oba Yozo

Gagal Menjadi Manusia berkisah mengenai kehidupan Oba Yozo, seorang pemuda yang berasal dari keluarga berada dan gemar melawak untuk menghibur dirinya dan keluarganya. Akan tetapi, di balik semua lawakan yang ia tuturkan, tersimpan sisi kelam yang ada di dalam dirinya. Ia melihat manusia sebagai sosok yang menyeramkan, yang dapat menipu dengan mudahnya, yang dapat berlaku jahat di balik semua sikap baik yang mereka pertontonkan kepada orang lain.

Kisah ini ditulis dalam tiga bagian catatan, masing-masing menceritakan kehidupan Oba Yozo dalam periode tertentu. Catatan pertama mendeskripsikan kehidupan kanak-kanak Yozo yang gemar melawak dan di dalam dirinya, mulai ada rasa takut terhadap kaumnya sendiri. Dalam catatan pertama ini jugalah, para pembaca dapat tahu mengenai asal-usul ketakutan Yozo terhadap manusia dan mengapa Yozo bisa bersikap penuh kepura-puraan sejak saat itu.

Sementara itu, catatan kedua dan ketiga menceritakan kehidupan Yozo ketika sudah beranjak remaja dan dewasa, serta bertambahnya polemik dalam hidupnya. Dalam masa-masa ini, ia semakin tenggelam dalam pikiran kelamnya dan mulai berpikir untuk membunuh dirinya sendiri. Karena itu ia mulai melakukan kebiasaan yang dapat menghancurkan hidupnya pelan-pelan, mulai dari sering merokok, minum bir, dan, di kemudian hari, mengonsumsi obat-obatan terlarang.

Cerita dalam Ningen Shikkaku ditutup dengan kepergian Yozo ke rumah sakit jiwa dan juga sedikit refleksi akan segala tingkah lakunya selama ini. Saat itu, Yozo baru berusia 27 tahun.

Pendapat Penulis tentang Ningen Shikkaku

Cover buku Gagal Menjadi Manusia, terbitan Penerbit Mai

Sesuai dengan premisnya, cerita yang ada di dalam Ningen Shikkaku memang teramat kelam. Nyatanya, buku ini merupakan buku terkelam yang pernah saya baca karena tema-tema yang ada di dalamnya. Pemikiran Yozo terhadap manusia serta upayanya dalam menghancurkan dirinya sendiri seiring berjalannya waktu cukup untuk membuat saya dapat menyelami perasaannya dan ikut merasakan apa yang dirasakan Yozo selama itu.

Namun, pemikiran itu bukan satu-satunya hal yang dapat membuat saya dapat ikut berempati dengan karakter Yozo dan juga pergumulannya dalam kehidupan sehari-hari. Gaya penuturan dan pemilihan katanya juga berperan besar dalam cerita ini. Saya sangat menyukai novel-novel terjemahan yang tepat pemilihan katanya, dan novel ini termasuk salah satunya.

Meskipun novel Ningen Shikkaku terkesan amat kelam dan juga bisa membuat pembaca ikut tenggelam dalam ceritanya, saya rasa novel ini juga menuturkan banyak nilai humanisme. Pada dasarnya, tiap manusia memiliki sisi gelap dan sisi terang—kedua hal itulah yang membuat mereka menjadi manusia sejati yang dapat berpikir, merasakan, dan bertindak sesuai dengan prinsip kehidupan yang mereka miliki.

Novel ini juga mengajarkan beberapa hal mengenai kesehatan mental yang seringkali diabaikan oleh orang-orang. Di zaman yang serba cepat dan juga kompleks ini, perihal kesehatan mental seringkali ditatap sebelah mata oleh orang; kebanyakan tidak menganggap hal ini penting dan karena orang yang menderitanya kurang beriman atau kurang banyak bersyukur.

Nyatanya tidak demikian. Bisa jadi, mereka sudah sering berdoa, namun belum juga mendapat jawaban akan kekhawatiran mereka ataupun ketenangan. Bukankah kita diberi akal untuk dapat membantu orang lain juga? Banyak orang seperti Yozo di luar sana yang butuh bantuan kita. Sudah tugas kita untuk paling tidak dapat membantu mereka dengan dapat mendengarkan keluh kesah mereka dan mendukung mereka untuk dapat terus berusaha dari hari ke hari.

Saya setuju dengan pendapat dr. Jiemi Ardian di Twitter, yang dituturkan dalam bagian kata pembuka novel Ningen Shikkaku, yaitu sangat tidak disarankan membaca novel ini secara cepat. Justru dengan melihat ceritanya pelan-pelan, kita dapat meresapi apa yang dialami oleh Yozo dan mungkin juga dapat membuat kita berpikir, apa yang menjadikan seorang manusia dapat menjadi manusia secara utuh dan bagaimana kita menghadapi segala tekanan yang ada di sekeliling kita.

Buat para penggemar buku dan / atau sastra Jepang, saya sangat merekomendasikan buku ini. Selain karena pemilihan kata yang tepat dan juga pesan yang terkandung di dalamnya, buku ini sangat menggugah wawasan kita mengenai manusia secara utuh dan apa adanya.


Terima kasih telah membaca artikel Nawala Karsa. Artikel ini kami buat sepenuh hati untuk para pembaca, termasuk kamu!

Dukung Nawala Karsa sebagai media berita independen dan terpercaya kamu dengan memberikan tip melalui Sociabuzz Tribe milik Ayukawa Media. Untuk mengirimkan tip, kamu dapat membuka pranala berikut pranala berikut.