Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) tengah membahas usulan untuk melakukan peningkatan harga tiket alias pada KRL Commuter Line lintas Jabodetabek.
Kasubdit Penataan dan Pengembangan Jaringan DJKA Kemenhub, Arif Anwar menyatakan bahwa usulan ini adalah berdasarkan dari hasil survey yang terdiri dari Ability to Pay/ATP (Kemampuan Membayar) serta Willingnes to Pay (Kesediaan pengguna untuk membayar) pada pengguna kereta api perkotaan pada jalur Jabodetabek.
Survey menunjukkan bahwa rata-rata ATP atau kemampuan membayar masyarakat adalah sebesar Rp 8.486. Sedangkan untuk WTP alias keinginan untuk membayar masyarakat pada moda Commuter Line sebesar Rp 4.625
“Nah ini dari hasil survei tadi, ini masih ada tahap diskusi juga,” ujarnya.
Anwar menambahkan bahwa, “Kita akan usulkan penyesuaian tarif kurang lebih Rp 2.000 pada 25 km pertama. Jadi kalau yang semula sebesar Rp 3.000 untuk 25 km ini jadi Rp 5.000.”
Maka harga tiket KRL Commuter Line Jabodetabek untuk 25 kilometer pertama akan naik menjadi Rp 5.000 dari tarif semula yaitu Rp 3.000. Sedangkan tarif untuk 10 km selanjutnya, terdapat usulan yaitu Rp 1.000 per orang.
Harga Tiket KRL Jabodetabek Naik, Bagaimana Reaksi Penumpang?
Usulan harga tiket KRL yang naik ini tentunya mendapatkan respon campuran dari kalangan publik.
Chandra (61), yang merupakan salah seorang penumpang KRL asal Pondok Kopi, Jakarta Timur, mengatakan bahwa dia setuju saja dengan adanya tarif baru.
“Kenaikan (tiket KRL Jabodetabek) kereta memang harus dinaikkan karena sudah menunjukkan fasilitas yang baik. Kalau naik sedikit sih tidak apa-apa, asal jangan banyak-banyak.” Komentarnya.
Berbeda dengan Rizky (28) yang menyatakan ketidaksetujuannya apabila tarif KRL Jabodetabek naik. Menurutnya, tarif Rp5.000 terlalu mahal bagi kaum milenial yang setiap hari bekerja dan harus mengandalkan KRL.
“Nggak setuju, karena saya sering bolak balik Jakarta-Bogor. Jadi, ya lumayan lah biayanya,” Ujarnya.
