Melanggar Hak Cipta, Bilibili China Didenda Total 120 Juta Rupiah

bilibili kena denda didenda
FOTO: Bilibili

Bilibili, saingan YouTube untuk situs penyedia video di China, didenda 120 juta Rupiah. Adakah alasan dibalik putusan tersebut?

Bilibili China didenda karena pelanggaran hak cipta?

bilibili HQ

Pengadilan internet Beijing, China, seperti dilansir China News Service via platform Weibo resmi, menjatuhkan hukuman denda kepada perusahaan Bilibili, Kuanyu Digital Technology. Perusahaan asal Shanghai itu dinyatakan bersalah atas membiarkan unggahan konten ilegal dari film populer tahun 2018, Dying to Survive.

Youku, salah satu platform penyedia video dari Alibaba, menuntut saingannya ke meja hijau atas pelanggaran hak cipta sebagai pemegang lisensi tersebut.

Alhasil, Bilibili diwajibkan untuk membayar denda 60.000 yuan (USD 8500 atau sekitar  121 juta Rupiah). Denda ini diputuskan karena salah satu penggunanya mengunggah video dengan memakai sebuah suara berjenis soundbite yang berasal dari film tersebut tanpa izin.

“Potongan audio tersebut merupakan salah satu bentuk kreativitas dari film tersebut,” tulis putusan hakim dari sesi sidang tersebut. “Terdakwa dinilai gagal untuk menggunakan kewenangannya untuk menindak dan mengatur beberapa konten ilegal tanpa izin maupun lisensi pihak terkait.”

Pengguna Bilibili unggah film terkenal secara ilegal

dying to survive

Film Dying to Survive (我不是藥神, Saya bukan Dewa Obat) menceritakan tentang seorang penduduk biasa yang menyelundupkan obat ilegal dari India. Film yang dirilis tahun 2018 dan disutradarai Wen Muye tersebut meraup 3.1 milyar yuan di penghasilan domestik. Film ini menimbulkan perdebatan antara netizen tentang buruknya sistem kesehatan yang menghantui sebagian besar penduduk China.

Melansir dari Sixth Tone, pakar hukum kekayaan intelektual, Xu Xinming, menekankan pentingnya hak cipta atas semua aspek film di China. “Semua komponen dalam film, termasuk beberapa suara dari film sendiri, terintegrasi menjadi kesatuan properti hasil produksi dilindungi undang-undang hak cipta di China,” ujar Xu.

Ia menambahkan bahwa semua layanan penyedia video harus menggunakan kewenangannya untuk menindak pengguna nakal penggungah konten ilegal. Pengawasan ketat yang meliputi pelanggaran seperti kasus situs video terbesar di China tersebut perlu dilakukan agar tidak terjadi insiden serupa, bahkan sebuah film populer seperti Dying to Survive sekalipun.

Kreator diharapkan mendapat hak hukum setara

Lebih lanjut menurut Xu Xinming, kasus pengunggahan materi Dying to Survive menggunakan keseluruhan filmnya secara penuh. Video ini sempat menjadi pencarian teratas di dalam platform layanan video Bilibili tersebut.

“Saya berpendapat bahwa terdakwa menyadari kalau penggunanya melakukan pengunggahan konten tanpa izin dalam platformnya. Itu pelanggaran hukum namanya,” tutur Xu

Banyak netizen di China menganggap pendakwaan kasus tersebut terbilang adil, konsisten dalam penindakan pelanggar hukum, dan proteksi hak cipta untuk para kreator konten. Mereka berharap bahwa kreator berskala kecil dapat perlakuan hukum yang sama dari pemerintah di China dengan yang didapat perusahaan besar seperti Alibaba.

Salah satu netizen berharap perlindungan kekayaan intelektual bisa didapat para vlogger yang menggungah kontennya ke platform favoritnya. Menurutnya, videonya bisa saja diunggah di situs platform saingannya tanpa persetujuan dari empunya dulu, jadi perlu adanya payung hukum yang setara.


Terima kasih telah membaca artikel Nawala Karsa. Artikel ini kami buat sepenuh hati untuk para pembaca, termasuk kamu!

Dukung Nawala Karsa sebagai media berita independen dan terpercaya kamu dengan memberikan tip melalui Sociabuzz Tribe milik Ayukawa Media. Untuk mengirimkan tip, kamu dapat membuka pranala berikut pranala berikut.