Sebuah kabar terbaru datang dari Myanmar. Penasihat negara dan penerima nobel perdamaian, Aung San Suu Kyi, kembali menerima hukuman penjara. Suu Kyi menerima hukuman ini karena tuduhan kepemilikan alat komunikasi secara ilegal.
Atas perbuatannya tersebut, Suu Kyi saat ini menerima putusan hukuman empat tahun penjara.
Kepemilikan Walkie Talkie Secara Ilegal
Pada Senin (10/1/2022), Aung San Suu Kyi menerima putusan dari pengadilan Naypyitaw atas pembuatannya. Dalam hukumannya, wanita itu menerima konsekuensi penjara kerena mengimpor walkie talkie secara ilegal.
Selain itu, atas kepemilikannya secara ilegal, Suu Kyi juga menerima tambahan masa hukuman penjara. Untuk kedua hukuman tersebut, akan menjalaninya secara bersamaan.
Terkait persidangan dari Suu Kyi, dilaksanakan secara tertutup dan pihak berwenang meminta agar pengacara tidak membahas persidangan tersebut secara terbuka.
Terancam Hukuman Lebih dari 100 Tahun Penjara
Sebelum menerima hukuman penjara selama empat tahun, wanita 76 tahun ini merupakan tahanan rumah setelah pihak militer menggulingkan pemerintahannya dalam kudeta pada Februari lalu.
Sebagai tahanan rumah, Suu Kyi menerima lebih dari 10 tuduhan tindakan kriminal, termasuk dakwaan pelanggaran undang-undang rahasia di era kolonial dan pelanggaran undang-undang anti korupsi.
Bahkan, Suu Kyi juga sempat mendapat hukuman empat tahun penjara akibat pelanggaran peraturan manajemen bencana alam terkait kasus COVID-19 yang terjadi dan penghasutan. Namun, hukuman tersebut akhirnya dikurangi menjadi dua tahun dengan amnesti.
Dengan banyaknya dakwaan serta kasus yang menimpanya, Suu Kyi bisa menerima hukuman yang sangat berat, bahkan bisa mencapai lebih dari 100 tahun penjara.
Hal ini bisa terjadi apabila peraih Nobel Perdamaian tersebut membantah seluruh dakwaan yang yang tertuju padanya.
Tanggapan Terkait Hukuman Suu Kyi
Mengenai hukuman penjara pada Aung San Suu Kyi, ada beberapa pihak yang memberikan tanggapannya soal ini.
Kelompok HAM Internasional, Komite Nobel Norwegia, hingga Amerika Serikat memberikan kecaman atas keputusan yang tercipta.
Menurut Ned Price, Jubir Deplu AS, putusan penjara merupakan penghinaan terhadap keadilan dan supremasi hukum. Ned juga meminta Suu Kyi dan beberapa tahanan politik lainnya dapat menerima pembebasan atas hukuman yang mereka terima tersebut.
Selanjutnya, Ketua Komite Nobel Norwegia, Berit Reiss-Andersen juga mengungkapkan pendapatnya.
Menurutnya, hukuman penjara yang menimpa Suu Kyi sarat akan motif politik. Selain itu, ketua novel juga akan terus mengikuti perkembangan kasus ini.