Banyak Putus Berpacaran Serta Gagalnya Pernikahan di Jepang, Mengapa?

Gambar: Istimewa

Dalam hubungan romantis antara dua orang, terkadang ada pelbagai kondisi yang menyebabkan hubungan tidak bisa berlanjut atau yang biasa kita kenal sebagai putus. Tren putus ini seringkali terjadi di masyarakat di Jepang, yang belakangan sering diperbincangkan di media sosial. Nah, mengenai hal ini, LoveMA yang merupakan situs web yang membahas mengenai hubungan romantis, baru-baru ini membuat sebuah survei, lewat rilisan persnya.

Untuk survei yang mereka lakukan, berfokus pada penyebab hubungan antara dua insan terpaksa harus berakhir. LoveMA melakukan survei pada 495 orang pria dan wanita yang berasal dari Jepang dengan rentang usia remaja hingga sekitar 50 tahun.

Dari hasil survei tersebut, ternyata menunjukkan aneka macam alasan yang membuat orang-orang memilih mengakhiri hubungannya.

Setidaknya, ada 7 hal yang menunjukkan alasan pasangan memilih putus.

Ini Nih, Alasannya Masyarakat Jepang Mutusin Pasangannya!

Berdasarkan alasan mengapa putus jadi hal biasa di Jepang, yang mendapat suara terbanyak adalah perbedaan nilai yang dimiliki oleh pasangan.

Mengenai alasan ini, ada beberapa hal yang mempengaruhi, seperti berbeda pandangan pada harta, pandangan politik atau mungkin hobi.

Perbedaan pandangan ini menjadi suatu hal yang perlu penanganan dengan baik, apabila ingin hubungan bisa bertahan lebih lama atau bahkan menuju jenjang berikutnya.

Salah satu cara untuk mengatasi perbedaan pandangan ini adalah dengan mengkomunikasikan pelbagai hal pada pasangan dengan jujur. Jika tidak, sulit untuk berharap hubungan tersebut akan bertahan lama.

 

alasan putus
5 Centimeter per Seconds | © 2007 Comix Wave Films

Komunikasi memiliki peranan penting bagi pasangan yang menjalin hubungan romantis. Segala hal, baik atau pun buruk bisa berawal dari komunikasi.

Apabila komunikasi terjalin dengan baik, maka kemungkinan hubungan akan berjalan dengan baik dan lancar akan semakin besar, begitu juga sebaliknya.

Dengan adanya komunikasi yang baik dalam hubungan, maka apa yang pasangan sukai dan tidak, bisa diketahui. Kondisi ini tentunya akan menyebabkan pasangan bisa berkompromi mengenai hal tersebut, dan meminimalisir terjadinya konflik.

Hal ini juga sesuai dengan jurnal penelitian dari Lam, mengenai hubungan yang sehat dan harmonis.

Selain alasan perbedaan pandangan, ada juga beberapa alasan lain yang muncul dari hasil survei.

Beberapa alasannya seperti pasangan yang menggoda orang lain, hubungan jarak jauh, hubungan yang terlalu tenang, merasa terjebak dalam hubungan, menemukan sosok lain yang lebih menarik, dan memiliki pandangan berbeda mengenai pernikahan.

Mungkin tren putus di Jepang ini sangatlah lumrah, jadi tidaklah heran sejumlah drama, anime serta film banyak mengomentari isu tersebut.

Terlebih, sampai-sampai ada satu anime romcom yang menggambarkan cara ilmiah untuk jatuh cinta.

Banyak Masyarakat Jepang yang Tidak Ingin Menikah

Mengenai pandangan terkait pernikahan, menurut survei dari Statista tahun 2021 pada kurang lebih 10.000 masyarakat Jepang dengan rentang usia 10 hingga 70 tahun, ada beberapa hasil yang muncul.

Hasil survei yang tertinggi, menunjukkan 46,3% masyarakat Jepang merasa jika memungkinkan, mereka akan menikah. Selanjutnya, 42,8% responden memberikan jawaban menikah bukanlah hal yang penting.

Survei tersebut menunjukkan bagaimana perbedaan pandangan masyarakat Jepang terhadap pernikahan. Bahkan, dari hasil tersebut, jumlah yang tidak ingin menikah juga cukup besar.

Hal ini juga menguatkan beberapa pendapat yang menyatakan masyarakat Jepang lebih memilih bekerja daripada menikah.

Permasalahan Ekonomi Jadi Biang Kerok?

perkawinan jepang
Gambar: aFamily Vietnam

Selanjutnya, menurut The Diplomat, permasalahan finansial dan tidak menemukan orang yang tepat menjadi alasan utama tingkat pernikahan masyarakat Jepang rendah. Bahkan hal ini terus menurun dari tahun ke tahun.

Kondisi ini akhirnya juga menyebabkan tingkat kelahiran di Jepang sangat rendah. Bahkan, pada tahun 2020 lalu, angka kelahiran Jepang berada pada 840.332.

Angka ini menurun 2,8% daripada setahun sebelumnya dan termasuk yang sangat rendah dalam sejarah Jepang.

Hal senada juga muncul dari artikel The Atlantic, yang mengungkapkan bahwa permasalahan ekonomi menjadi salah satu alasan utama tingkat pernikahan dan kelahiran Jepang sangat rendah.

Mengenai permasalahan ekonomi, salah satu penyebabnya adalah upah yang sedikit dan biaya hidup tinggi.

Mungkin, apabila suami dan istri sama-sama bekerja, kebutuhan keluarga dapat terpenuhi. Tapi, tentunya hal ini juga berdampak pada pengurusan keluarga, karena suami dan istri sama-sama bekerja.

Dari narasi ini, terlihat bagaimana masyarakat Jepang memiliki pertimbangan yang dalam sebelum memutuskan untuk menikah.

Sepertinya, kondisi ini berbanding terbalik dengan masyarakat di sejumlah negara dengan budaya masyarakatnya yang terbilang konservatif dalam berkeluarga.

Jadi, apa pandanganmu terhadap situasi putus-nyambung di Jepang seperti di atas, NawaReaders? Jangan lupa berikan pendapatmu di media sosial kita, ya!


Terima kasih telah membaca artikel Nawala Karsa. Artikel ini kami buat sepenuh hati untuk para pembaca, termasuk kamu!

Dukung Nawala Karsa sebagai media berita independen dan terpercaya kamu dengan memberikan tip melalui Sociabuzz Tribe milik Ayukawa Media. Untuk mengirimkan tip, kamu dapat membuka pranala berikut pranala berikut.