Wawancara Banana Yoshimoto: Kitchen, dan Sastra Jepang Masa Kini

banana yoshimoto kitchen
FOTO: © Fumiya Sawa | EDIT: Nawala Karsa

Saat ini, sastra Jepang kontemporer mulai dikenal oleh dunia, termasuk di antaranya Indonesia. Bagaimana tidak, banyaknya karya yang diterjemahkan, diterbitkan, dan sampai kepada para pembaca di berbagai negara membuat sastra Jepang menjadi populer.

Ada pula sebagian pembaca yang sangat menyukai kategori bacaan satu ini karena cerita-cerita yang unik serta pesan-pesan yang ada di dalamnya dan juga menjadi ciri khas dari sastra Jepang kontemporer.

Salah satu nama yang berperan dalam penyebaran karya sastra Jepang kontemporer di dunia adalah Banana Yoshimoto. Berbagai karya miliknya telah diterjemahkan dan diterbitkan di berbagai belahan dunia, termasuk novela yang membuat nama Banana Yoshimoto semakin melejit, Kitchen.

Perilisan novela-nya tersebut di Jepang bahkan menciptakan sebuah tren bernama Banana Mania dan membuat banyak orang membeli serta membaca buku-bukunya.

Baru-baru ini, Kitchen juga telah diterbitkan di Indonesia oleh Penerbit Haru. Terbitnya Kitchen di Indonesia disambut baik oleh para pembaca di Indonesia, baik yang menyukai sastra Jepang kontemporer maupun awam. Ini menjadi bukti bahwa karya Yoshimoto juga disukai di Indonesia.

Beberapa hari lalu, Nawala Karsa berkesempatan untuk mengirimkan sejumlah pertanyaan kepada Banana Yoshimoto terkait perilisan novelanya di Indonesia, pengalamannya dalam menulis, serta tanggapannya terhadap sastra Jepang yang mulai mendunia.

Buat kalian yang ingin lebih mengenal sosok di balik buku Kitchen, tentunya ini tidak boleh dilewatkan.

Pengaruh terbesar

banana yoshimoto kitchen
Banana Yoshimoto. | FOTO: © Fumiya Sawa

Dalam menulis karya-karyanya, Yoshimoto-sensei menyebutkan bahwa ayahnya adalah sosok yang menjadi pengaruh terbesarnya. Ayahnya merupakan kritikus sastra yang juga kerap memberikan dukungan kepadanya.

“Saat saya merasa beberapa bagian tulisan saya tidak terasa tajam, ia selalu dengan senang hati memberikan nasihat kepada saya mengenai bagaimana mengerjakannya dengan lebih baik,” tutur Yoshimoto-sensei.

Ia juga menyatakan bahwa kritik dan nasihat dari ayahnya membuatnya merasa senang. “Membuat saya merasa gembira ketika ada orang lain yang merasakan ketidaktajaman yang sama dengan saya,” tambahnya.

Proses kreatif Banana Yoshimoto dalam menggarap karyanya

Hal selanjutnya yang kami tanyakan kepada Banana Yoshimoto adalah proses kreatif yang ia jalani sewaktu menulis novela Kitchen. “Pada masa itu, saya bekerja di sebuah kedai kopi dan saya menulis karya ini di sela-sela pekerjaan tersebut,” jawab Yoshimoto-sensei.

Salah seorang kolega Yoshimoto-sensei saat bekerja di kedai kopi tersebut juga membantunya dalam pengerjaan novela tersebut sebagai ilustrator. Kini, koleganya tersebut menjadi desainer produk ternama di Jepang.

Yoshimoto-sensei berbagi pula mengenai sebuah pengalaman menarik yang dialaminya ketika Kitchen baru saja dirilis di Jepang.

“Di hari dimana Kitchen dirilis, saya menyempatkan diri untuk pergi ke toko buku yang ada di lantai dua kedai tersebut di sela-sela kerja saya. Penjaga toko buku yang mengenali saya sempat menyapa saya kala itu. Semua ingatan itu sungguh membuat saya bahagia,” aku Yoshimoto-sensei.

Hal menarik dari Kitchen

Biasanya, hal menarik tentang sebuah buku dapat diketahui melalui pendapat atau resensi dari para pembacanya. Di Indonesia sendiri, sudah banyak pembaca yang menyatakan pendapat mereka tentang novela Kitchen yang digarap Banana Yoshimoto.

Namun, kami tertarik untuk mengetahui pendapat Banana Yoshimoto, melalui wawancara kali ini, tentang hal menarik dari novela karyanya yang satu ini. Rupanya, menurut Yoshimoto-sensei, bagian menarik dan menonjol yang ada di Kitchen cukup simpel.

“Saat hati orang-orang yang kesepian berdiri berdampingan, tak ada lagi perbedaan jenis kelamin dan sejenisnya. Di sana, hanya ada jiwa yang berdampingan,” jawab Yoshimoto-sensei.

Tanggapan tentang duka dalam sastra Jepang

Duka dan kesedihan tidak menjadi perasaan yang banyak dibahas dalam berbagai buku di dunia, termasuk di dalam kesusastraan Jepang kontemporer sendiri. Yoshimoto-sensei juga memiliki pandangan serupa—secara pribadi, ia berpendapat bahwa kesedihan tidak banyak dibahas dalam berbagai literatur Jepang.

Banana Yoshimoto, dalam wawancara kali ini berpendapat “Saya rasa kesedihan adalah tema yang bisa dimengerti semua orang di dunia ini. Dan lagi, penggambaran kesedihan di dalam sebuah cerita bisa menggerakkan babak-babak di dalam cerita tersebut, karena itu menurut saya, ia harus digunakan sebaik-baiknya.”

Selain itu, Yoshimoto-sensei menjelaskan bahwa karya-karya yang mengangkat tema seperti ini dapat membawa dampak yang positif kepada pembaca. “Orang-orang yang bersedih di dalam karya saya adalah orang-orang yang sebisa mungkin menyelesaikan masalah mereka sendiri,” jelasnya.

“Menurut saya, menuliskan sikap seperti itu bisa memberikan pengaruh baik untuk pembaca.”

Di samping itu, Yoshimoto-sensei juga memiliki sebuah tujuan yang ingin dicapai melalui buku-buku yang ditulisnya. Ia ingin mengurangi rasa kesepian yang dialami oleh berbagai macam orang, khususnya para anak muda, di seluruh dunia.

“Saya pribadi sungguh ingin mengurangi rasa kesepian anak-anak muda yang membaca buku saya; orang-orang yang ada di berbagai negara, orang-orang yang tak bisa berbaur di mana pun mereka berada, orang-orang yang merasa ada sesuatu yang kurang meski mereka tersenyum,” kata Yoshimoto-sensei.

Sastra Jepang di masa kini

Ketika kami bertanya mengenai sastra Jepang yang saat ini telah mendunia, Yoshimoto-sensei memiliki anggapan serupa. Ia menjawab, “Sedikit demi sedikit, literatur Jepang mulai mendapatkan namanya di dunia.”

Yoshimoto-sensei berkata bahwa di masa depan, penyebaran buku akan menjadi lebih mudah. Akan tiba hari dimana semua buku dapat dibaca berbarengan di berbagai negara. Oleh karena itu, menurut Yoshimoto-sensei, peran penerjemah sangat penting dalam menyebarkan buku-buku di dunia.

“Sebuah buku yang diterjemahkan oleh seorang penerjemah yang baik bisa menjadi sesuatu yang mewah dan hanya bisa dibaca oleh sebuah kalangan tertentu. Menurut saya, pekerjaan penerjemah yang baik itu tidak akan ada habisnya,” kata Yoshimoto-sensei.

Sebagai penutup dari kesempatan wawancara ini, Banana Yoshimoto mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada pembaca di Indonesia. “Terima kasih! Saya senang sekali buku saya bisa diterbitkan di Indonesia,” tutupnya.

Terima kasih banyak, Banana Yoshimoto-sensei! Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Penerbit Haru yang telah memberikan kesempatan pada kami untuk mengirimkan sejumlah pertanyaan kepada Yoshimoto-sensei.

Kalian dapat membeli novela Kitchen melalui toko online Penerbit Haru di Shopee dan Tokopedia, serta di toko buku lainnya.


Terima kasih telah membaca artikel Nawala Karsa. Artikel ini kami buat sepenuh hati untuk para pembaca, termasuk kamu!

Dukung Nawala Karsa sebagai media berita independen dan terpercaya kamu dengan memberikan tip melalui Sociabuzz Tribe milik Ayukawa Media. Untuk mengirimkan tip, kamu dapat membuka pranala berikut pranala berikut.