Ajak Refleksi, Seperti Apa Lewat Masa Kritis di Musim Seni Salihara 2022?

Pertunjukkan musik Lewat Masa Kritis di Musim Seni Salihara 2022 ini mengangkat tema refleksi pandemi yang menimpa Indonesia pada awal mula kejadiannya.

Kolase ilustrasi suasana pertujukkan Lewat Masa Kritis di Musim Seni Salihara, dengan komponis Marisa Sharon Hartanto (tengah) sebagai pemimpin pertunjukkan. | FOTO: dok. Komunitas Salihara | EDIT: Seno Triadi

Pertunjukan Lewat Masa Kritis menjadi satu-satunya pertunjukan musik luring dalam rangkaian festival Musim Seni Salihara 2022, digelar selama Agustus 2022.

Dipimpin oleh Marisa Sharon Hartanto sebagai seorang pengaba dan komposer, acara ini sukses menarik perhatian 166 penonton.

Tidak hanya bagi Salihara yang akhirnya sukses membawakan pertunjukan musik secara langsung kembali, pasca-pertunjukan pun antusiasme ini juga dirasakan oleh Sharon bersama dengan timnya.

Lewat Masa Kritis Merefleksi Awal Pandemi yang Mencekam

lewat masa kritis poster
Ilustrasi poster resmi pertunjukkan Lewat Masa Kritis. | FOTO: dok. Komunitas Salihara

Melalui pertunjukan Lewat Masa Kritis oleh Bar(u)atimur Ensemble pada Sabtu (13/8) dan Minggu (14/8) lalu, pengunjung seolah diajak untuk mengingat kembali masa-masa awal pandemi tersebut yang begitu mencekam serta menimbulkan kecemasan dan ketidakpastian.

Bermain di masa pandemi tentu dirasa Sharon lebih menantang dibanding konser di masa sebelumnya. Banyak hal yang perlu diperhatikan, apalagi bila bermain dengan massa yang terbilang banyak.

Maka dari itu, terselenggaranya pertunjukan ini pada Sabtu dan Minggu lalu membuat wanita lulusan Royal Holloway Institute of London ini begitu senang dan puas.

“Senang sekali, namun tantangannya adalah kalau mempersiapkan konser di masa pandemi ini kekhawatiran bertambah, karena konser bisa langsung batal bila ada pemain yang sakit, dan akan sangat repot bila harus mengubah tanggal dan sebagainya,” tutur Sharon.

Paduan Instrumen Musik Nusantara dan Barat

lewat masa kritis
Bar(u)atimur Ensemble bersama komponis Marisa Sharon Hartanto dalam Lewat Masa Kritis | FOTO: dok. Komunitas Salihara

Lewat Masa Kritis merupakan perpaduan antara musik timur seperti gong, tarawangsa, dan  gamelan Sunda degung temprak yang diharmonisasikan dengan instrumen barat seperti flute, violin, viola dan selo.

Dalam pertunjukan ini, ensambel juga dilengkapi dengan dua orang vokal. Gabungan instrumen antar dua budaya seolah menarasikan akan kesamaan baik Timur dan Barat yang sama-sama berjuang melewati masa kritis pandemi Covid-19.

Dalam keterangan resmi, permainan yang dibawakan pada pertunjukan kali ini ingin membawa makna bahwa ketegangan dan suasana yang naik turun akan berakhir dengan munculnya sinar harapan dan doa untuk segera melewati masa pandemi ini.

Lewat Masa Kritis merupakan salah satu dari sekian program pertunjukkan seni Musim Seni Salihara oleh Komunitas Salihara Arts Center, berlangsung antara Sabtu (6/8) hingga Minggu (4/9).

Lebih lanjut tentang kegiatan acara lainnya dapat disimak lewat pranala resminya berikut ini.

Tentang Bar(u)atimur Ensemble

bar(u)atimur ensemble
Bar(u)atimur Ensemble terdiri dari musisi dengan instrumen lokal dengan paduan nuansa Timur | FOTO: dok. Komunitas Salihara

Merupakan permainan gabungan kata dari kata “baru”, “barat” dan “timur” di mana unsur “baru” menjadi utama, serta Barat dan Timur dilebur walau tidak menjadi acak, masing-masing berdiri sendiri tetapi bersatu melalui satu huruf “t” di tengah.

Grup ini dikepalai oleh Marisa Sharon Hartanto yang berperan sebagai pengaba serta komposer. Konsep instrumentasi ensambel menjadi pondasi dasar terbentuknya grup ini.

Grup ini dilengkapi oleh anggotanya yang berasal dari lintas tradisi serta bersedia untuk keluar dari zona nyaman masing-masing, mengeksplorasi pertemuan antar kedua tradisi; Barat dan Timur.

Tentang Marisa Sharon Hartanto

marisa sharon
Sosok Marisa Sharon Hartanto, pengaba dan komponis untuk Lewat Masa Kritis. | FOTO: dok. Komunitas Salihara

Marisa Sharon Hartanto merupakan seniman berkonsentrasi kepada musik, yang merupakan kelahiran Jakarta pada 1986 dan saat ini berdomisili di Jakarta.

Pada 2013, ia menyelesaikan gelar Magister Komposisi di Royal Holloway University di London.

Ia juga meraih gelar Sarjana Farmasi dan Profesi Apoteker dari Universitas Indonesia dan Sertifikat Master Arranging & Orchestration dari Berklee College of Music.

Sebagai komposer, konduktor dan pianis, Sharon mengelola sebuah studio musik untuk anak-anak bernama Canzona Music School dan mendirikan Perempuan Komponis, sebuah platform bagi komposer wanita Indonesia, bersama empat rekannya.

Ia juga mendapatkan penghargaan, di antaranya, adalah pemenang BBC Concert Orchestra Baroque Remixed Project 2012 dan penghargaan dari Royal Holloway’s Travel Award: Dame Felicity Lott’s Bursary untuk conducting.

Pada 2013 ia ditunjuk sebagai salah satu komponis associate dari London Symphony Orchestra Soundhub’s Phase II.

Karya-karyanya telah ditampilkan di dalam dan di luar negeri, seperti London, Skotlandia, Taiwan, Belgia, Australia, Thailand dan Amerika Serikat.


Terima kasih telah membaca artikel Nawala Karsa. Artikel ini kami buat sepenuh hati untuk para pembaca, termasuk kamu!

Dukung Nawala Karsa sebagai media berita independen dan terpercaya kamu dengan memberikan tip melalui Sociabuzz Tribe milik Ayukawa Media. Untuk mengirimkan tip, kamu dapat membuka pranala berikut pranala berikut.