Waduh! Audit BPK, Ternyata Dewas TVRI Lakukan 6 Pelanggaran Ini

Audit BPK, Dewas TVRI Bermasalah

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyampaikan hasil audit kinerja Dewas (Dewan Pengawas) TVRI ke Komisi I DPR RI. Dalam laporan tersebut, BPK menemukan 6 kesalahan yang dilakukan oleh Dewas TVRI.

Hasil audit tersebut diserahkan oleh Anggota III BPK, Achsanul Qosasi, selaku auditor TVRI dan diterima oleh Wakil Ketua Komisi I DPR, Aziz Syamsuddin. Achsanul mengatakan enam temuan itu berkaitan dengan kinerja dewas, bukan audit investigasi atau penyelidikan dengan tujuan tertentu (PDTT) yang mengarah ke kerugian negara.
BPK Serahkan hasil audit TVRI ke DPR RI
“Ini pemeriksaan kinerja mengarah ketaatan dan kepatuhan terhadap aturan yang dibuat presiden, negara, menteri, dan mereka sendiri. Mereka taat enggak? Hasilnya kami nilai ketidakpatuhan (dewas) terhadap aturan, beberapa hal kami sampaikan,” kata Achsanul di Gedung Nusantara III DPR RI, Jakarta, Rabu (26/2).

Kira-kira, apa saja ya 6 poin pelanggaran tersebut?

Dewas TVRI Pecat Helmy Yahya: Langkahi Peraturan Pemerintah

 

Pemecatan Helmy Yahya pada pertengahan Januari lalu dianggap janggal oleh sejumlah pihak. Hal ini dikarenakan tidak adanya kasus yang memberatkan Helmy, seperti yang dinyatakan pada Pasal 24 ayat (4) PP No. 13/2005. Syarat tersebut yaitu tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan; terlibat merugikan lembaga; dipidana dengan keputusan hukum tetap; dan tidak memenuhi syarat sebagai Dewan Direksi.

Nyatanya, Dewas menambah syarat pemberhentian. Dalam Keputusan Dewas LPP TVRI No.2/2018 Pasal 46 ayat (8), syarat tambahan yang diajukan yaitu “…tidak dapat memenuhi kontrak manajemen”. Berdasarkan pemeriksaan, penilaian kinerja kepada Dewan Direksi cenderung subjektif.

Atas indikator-indikator yang pencapaian kinerjanya 100 persen, Dewas menilai bervariasi dan tanpa rumusan yang jelas. Selain itu, Dewas LPP TVRI menambahkan 10 indikator penilaian yang tidak tercantum dalam kontrak manajemen.

Pejabat Non Eselon, Dewas Rasa Menteri?

Dewas TVRI lakukan Seleksi Dirut TVRI Setelah Berhentikan Helmy Yahya
Temuan kedua, Dewas TVRI menafsirkan posisi mereka setara menteri, BPK, dan DPR. Padahal, dalam UU 13/2005 Pasal 18 ayat (1), Dewan Pengawas adalah jabatan non eselon yang setara pejabat fungsional.
Dalam praktiknya selain mendapatkan tunjangan transportasi sebesar Rp5 juta/bulan sesuai Perpres No.73/2008 dan Perpres No.101/2017, Dewas menggunakan kendaraan dinas setara eselon I dan tiket penerbangan kelas bisnis.

Tanpa Pejabat Kepegawaian, TVRI Sulit Regenerasi

Pada Pasal 42 PP No. 13 Tahun 2005, dinyatakan bahwa “Pembinaan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan TVRI dan RRI dilakukan oleh Direktur yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku”.
Dalam praktiknya, LPP TVRI tidak memiliki Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) secara mandiri. Meskipun sebagai institusi pemerintah yang mandiri yaitu Direktur Utama LPP TVRI sebagai Pengguna Anggaran dan Pengguna Barang, namun PPK LPP TVRI adalah Menteri Kominfo.
Hal ini mengakibatkan LPP TVRI tidak dapat melakukan pemenuhan kebutuhan PNS secara mandiri untuk mengantisipasi semakin banyaknya PNS memasuki usia pensiun.

Otak-Atik Wewenang Dewas: Angkat Tenaga Ahli, Pengawasan Tumpang Tindih

Sejumlah wewenang yang ditetapkan Dewas TVRI ternyata juga bermasalah. Dalam Hal ini telihat pada pasal 8 SK Dewas TVRI No. 2 Tahun 2018.

Di pasal tersebut, Dewas berwenang mengangkat tenaga ahli dan/atau membentuk komite untuk membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Dewas. Padahal sebelumnya Dewas dalam melaksanakan tugas dibantu oleh sekretariat yang secara administratif berada di bawah Dewan Direksi.

Dewas juga berwenang mengajukan pertanyaan, mengakses data dan informasi, pemantauan tempat kerja, serta sarana dan prasarana. Hal ini menimbulkan tumpang tindih dengan tugas pengawasan yang menjadi tugas Satuan Pengawasan Intern.

Dewas TVRI Atur Gaji Direksi

Tak cukup sampai di situ, Dewas juga menetapkan besaran gaji dan tunjangan bagi Dewan Direksi. Padahal penghasilan Dewan Direksi LPP TVRI ditetapkan dengan Surat Menteri Keuangan Nomor 566/MK.02/2017.

Dalam sebuah wawancara, Direktur Program dan Berita TVRI Apni Jaya Putra mengaku penghasilannya sebagai anggota Direksi TVRI hanya Rp 28 juta per bulan.

Perjalanan Dinas Direksi Pun Diatur Dewas TVRI

Dalam beberapa kesempatan, eks Dirut TVRI Helmy Yahya mengeluhkan sulitnya melakukan perjalanan dinas, baik ke kota lain di Indonesia hingga ke luar negeri. Seringkali perjalanan dinas terpaksa dibatalkan karena persetujuan Dewas baru muncul di detik-detik terakhir jelang jadwal perjalanan.

Ternyata, hal ini juga dipermasalahkan BPK terhadap Dewas TVRI. Usut punya usut, dalam Keputusan Dewas TVRI No. 2 Tahun 2018, terdapat pasal 16 yang mengatur kegiatan yang membutuhkan persetujuan Dewas, salah satunya perjalanan dinas. Lebih lanjut pada pasal 38 dan 39, persetujuan tersebut diberikan Dewas kepada Direktur Utama maupun anggota Direksi dengan memperhatikan urgensi dan kepentingannya.

Rekomendasi BPK: Perbaiki Peraturan Pemerintah, Cabut SK Dewas!

BPK Audit TVRI, Ternyata Dewas Lakukan 6 Pelanggaran
BPK merekomendasikan agar aturan berseberangan yang dibuat Dewas segera direvisi. Hal ini dilakukan agar organisasi ini bisa berjalan seperti aturannya.
“Rekomendasi dari BPK adalah pemerintah segera perbaiki PP dan kami minta cabut keputusan dewas yang enggak sesuai aturan yang enggak ada,” jelas Achsanul.

Hai, NawaReaders dan OtaCool! Jangan lupa untuk akses terus Nawala Karsa untuk informasi pop kultur dan teknologi terkini, serta Indonesian Otaku untuk dosis harian wibu kalian!


Terima kasih telah membaca artikel Nawala Karsa. Artikel ini kami buat sepenuh hati untuk para pembaca, termasuk kamu!

Dukung Nawala Karsa sebagai media berita independen dan terpercaya kamu dengan memberikan tip melalui Sociabuzz Tribe milik Ayukawa Media. Untuk mengirimkan tip, kamu dapat membuka pranala berikut pranala berikut.